I. PENDAHULUAN
Filsafat pertama muncul di Yunani kira-kira abad ke 7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir dan berdiskusi tentang keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka. Orang yang mula-mula sekali menggunakan akal secara serius adalah orang Yunani yang bernama Thales (624-546 SM), orang inilah yang digelari Bapak Filsafat.[1] Filosof-filosof Yunani berikutnya yang populer ialah: Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Ada sebagian yang mengatakan bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah komentar-komentar karya Plato. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
Banyak pendapat bahwa filsafat lahir dari Yunani, namun ada juga yang mengatakan bahwa filsafat dimulai dari Islam. Ada lagi yang berpendapat asal mula filsafat dari gabungan keduanya. Filsafat Islam tidak dapat dipisahkan dari filsafat Yunani kuno sebagai awal munculnya sejarah perkembangan filsafat. Filsafat Islam memiliki kisah tersendiri dalam sejarah perkembangannya, dan filsafat Barat juga memiliki riwayat yang berbeda dalam perjalanan sejarah mereka.
Pemikiran yang mendalam untuk mencari kebenaran merupakan hakekat dari filsafat, maka filsafat sangat perlu untuk dipelajari agar dapat memahami persoalan pemikiran yang sedang berkembang. Studi filsafat dapat membantu dalam membangun keyakinan keagamaan berdasarkan kematangan intelektualitas. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal kepercayaan tersebut tidak bergantung pada konsepsi pra ilmiah yang usang, sempit dan dogmatis. [2]
Tokoh filsafat Islam maupun filsafat Barat memiliki peran besar dalam mempengaruhi perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan berikutnya. Maka hal ini sangat perlu untuk mempelajari tokoh-tokoh keduanya sekaligus membandingkan untuk memahami buah pemikirannya. Menurut Zubaidi tokoh filsafat Barat antara lain Rene Descartes, David Hume, Imanuel Kant, Hegel, dan lain-lain.[3] Kemudian Harun Nasution mengatakan bahwa filosof Islam yang pertama muncul di abad ke-9 M adalah Al-Kindi, ar-Razi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan lain-lain. [4] Dalam makalah ini akan di bahas perbandingan antara filsasafat Barat dan filsafat Islam dan pemikirannya
II. PEMBAHASAN
A. Konsep-konsep Filsafat
Filsafat berasal dari kata arab yang berhubungan erat dengan kata Yunani, bahkan memang asalnya dari kata Yunani yaitu, philosophia. Dalam bahasa Yunani kata philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri atas philo dan sophia; philo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu; sophia artinya kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Definisinya, filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab sedalam-dalamnya dari segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. [5]
Plato menyatakan bahwa filsafat ialah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli, dan bagi Aristoteles filsafat adalah ilmu yang mencari kebenaran pertama, segala yang maujud dan ilmu segala yang ada yang menunjukkan adanya penggerak pertama.[6]
Bagi Al-Farabi filsafat adalah pengetahuan tentang alam ujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Al-Kindi berpendapat filsafat merupakan pengetahuan tentang hakekat segala sesuatu, dan ini mengandung teologi (al-rububiyah), ilmu tauhid, etika dan seluruh ilmu pengetahuan yang bermanfaat.[7] Ibnu Sina mengaitkan filsafat dan kesempurnaan diri: filsafat adalah penyempurnaan jiwa manusia melalui pengkonsepsian hal ihwal dan penimbangan kebenaran-kebenaran teoritis dan praktis dalam batas-batas kemampuan manusia. [8]
Dari berbagai keterangan di atas bisa dikatakan bahwa "filsafat" adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis, untuk mencari hakekat kebenaran sesuatu, baik dalam logika, etika maupun metafisik. Untuk itu studi falsafi mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, dan couriousity 'ketertarikan'
B. Filsafat Barat
Mempelajari filsafat barat tidak lepas dari arah pembicaraan filsafat secara histories, yaitu kajian yang ditinjau dari sejarah. Ini dapat dilakukan dengan cara membicarakan tokoh demi tokoh menurut kedudukannya, maupun pokok-pokok pikiran dan ajarannya. Mempelajari filsafat barat dapat pula dengan membagi periode sejarah filsafat menjadi tiga bagian yaitu, filsafat kuno (ancient philosophy), filsafat abad pertengahan (middle philosophy) dan filsafat abad modern (modern philosophy).
Ada tiga hal penting dalam kajian manusia sebagai bagian dari peradaban filsafat yaitu, indera, akal, dan hati. Yang dimaksud akal di sini adalah akal yang logis dan rasional, sedangkan hati adalah rasa. Akal itulah yang menghasilkan filsafat, sedangkan hati menghasilkan pengetahuan supralogis yang disebut pengetahuan mistik; iman termasuk di sini. Perseteruan antara akal dan hati, rasio dan iman antara filsafat dan agama selalu melatarbelakangi perkembangan budaya manusia hingga sekarang. Namun secara umum ciri filsafat Yunani adalah rasionalisme.[9]
Zaman Yunani Kuno
Zaman Yunani Kuno di pandang sebagai zaman keemasan Filsafat, karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya.[10] Tokoh-tokohnya yang populer antara lain Thales, Phytagoras, Socrates, Democritus, Plato, Aristoteles.
Pada masa awal Thales dan beberapa kawannya, akal mulai menonjol dominasinya. Filsafat Thales belum sepenuhnya akal, di dalam argumennya masih terlihat adanya pengaruh kepercayaan ada mithos Yunani. Phytagoras dalam argumennya tentang angka-angka juga belum murni akal, ordonya yang pantang beberapa jenis makanan merupakan indikator bahwa dia masih dipengaruhi oleh kepercayaan dalam berfilsafat.
Pada zaman ini manusia adalah ukuran kebenaran, dan semua kebenaran bersifat relatif. Maka hal ini berakibat timbulnya kekacauan, yaitu kekacauan kebenaran. Tidak adanya ukuran yang dapat berlaku umum tentang kebenaran, merupakan penyebab kekacauan. Akibatnya semua teori sains diragukan, semua akidah dan kaidah agama dicurigai sehingga manusia zaman itu telah hidup tanpa pegangan, kemudian munculah Socrates.
Misi Socrates menghentikan pemikiran yang menganggap bahwa semua kebenaran itu relatif dengan cara meyakinkan orang Athena terutama para filosof dan hakim sofis bahwa tidak semua kebenaran itu relatif, ada kebenaran umum, yaitu kebenaran yang dapat diterima oleh semua orang. Inilah pengertian umum yang merupakan temuan Socrates terpenting. Plato, murid Socrates memperkuat pendapat gurunya; kebenaran umum memang ada, namanya idea. Idea itu telah ada sebelum manusia ada; ia ada di dalam idea. Aristoteles juga berpendapat demikian bahwa kebenaran umum ada, namanya definisi.
Kurang lebih 300 tahun sejak meninggalnya Socrates pada masa helenisme di ujung tarikh Masehi, menjelang neo-Platonisme, filsafat semakin berkurang dominasinya. Pada Abad Pertengahan agama yang menang mutlak, akal kalah total. [11]
Abad Pertengahan
Abad pertengahan dimulai sejak Plotinus (204-270 M), pengaruh agama Kristen semakin besar; filsafatnya bersifat spiritual. Dia adalah filosuf pertama yang mengajukan teori penciptaan alam semesta. Teorinya yang sangat terkenal yaitu tentang emanasi (melimpah), yang merupakan jawaban pertanyaan Thales; apa bahan alam semesta ini, Plotinus menjawab: bahannya Tuhan. Ajaran Plotinus disebut Plotinisme atau neo-Platonisme karena erat dengan ajaran Plato yang teosentris. Tujuan filsafat plotinus adalah tercapainya kebersatuan dengan Tuhan. Caranya mengenal alam melalui indera dengan ini akan mengenal keagungan Tuhan, kemudian menuju jiwa dunia setelah itu menuju jiwa Ilahi. [12]
Pada abad pertengahan didominasi para filosuf seperti Plotinus, Augustinus, Anselmus, kemudian Aquinas. Potensi manusia yang diakui pada zaman Yunani diganti dengan kuasa Allah. Ia mengatakan bahwa kita tidak perlu dipimpin oleh pendapat bahwa kebenaran itu relatif. Kebenaran itu mutlak, yaitu ajaran agama. Praktis pada abad pertengahan ini filsafat dikuasai oleh semangat kepercayaan Kristen.
Para ilmuwan pada masa ini hampir semuanya Theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau dengan kata lain kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah ancilla theologia, abdi agama. [13]
Zaman Modern
Pada dasarnya corak filsafat modern mengambil warna pemikiran filsafat sofisme Yunani, paham-paham yang muncul garis besarnya rasionalisme, idealisme, empirisme dan paham-paham yang merupakan pecahan itu. Sebelumnya didahului dengan masa renaissance, yaitu menghidupkan kembali rasionalisme Yunani, individualisme, humanisme, lepas dari pengaruh agama dan lain-lain. Paham rasionalisme mengajarkan bahwa akal adalah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting sebagai pendukung rasionalisme: Descartes, Spinoza dan Leibniz.
Descartes (1596-1650) membawa metode cogito-nya (aku berpikir). Pengetahuan yang clear and distinct (jelas dan pasti) pada descartes ini diambil Spinoza dengan nama adequate ideas, dan pada Leibniz truths of reason. Oleh karena itu konsep sentral dalam metafisika Descartes adalah substansi dan definisi, yang sesungguhnya sudah ada pada Aristoteles. Bahwa sesuatu untuk ada tidak memerlukan yang lain (bila adanya karena yang lain, berarti substansinya kurang meyakinkan).[14]
George Barkley (1685-1753) menyatakan bahwa hakekat obyek-obyek fisik adalah idea-idea. Argumen orang-orang idealis mengatakan bahwa objek-objek fisik tidak dapat dipahami terlepas dari spirit. Tokoh idealisme berikutnya adalah Fichte, Schelling dan Hegel. Filsafat, menurut Fichte haruslah dideduksi dari satu prinsip. Prinsip tersebut ada di dalam etika; bukan teori melainkan praktek yang menjadi pusat disekitarnya kehidupan diatur, dan unsur esensial dalam pengalaman adalah tindakan, bukan fakta. [15] Dalam pandangan Schelling realitas adalah identik dengan pandangan berevolusi secara dialektis. Kita dapat mengetahui dunia secara sempurna dengan cara melacak proses secara logis perubahan sifat dan sejarah masa lalu. Tujuan proses itu adalah suatu keadaan kesadaran diri secara sempurna, dia menyebutnya identitas absolut, Hegel menyebutnya ideal.
Faham Idealisme Pascal dan Kant adalah Idealisme Theist. Kant menyatakan; “Akal ada daerahnya dan hati (iman) ada daerahnya. Bila akal memasuki daerah hati, maka ia akan hilang dalam paralogisme. Sains dan agama sama-sama dapat dipegang, sama-sama diperlukan. Skeptis terhadap sains amat berbahaya; keraguan kepada agama sama juga berbahanya. Pemikiran berjalan terus”. [16]
Pada babak berikutnya beralih kepada faham empirismenya Locke, Humme dan Spencer. Yaitu suatu doktrin yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan. Locke menolak konsep bawaan (innate Idea) dan menonjolkan teori tabularasa. Demikian pula dengan Humme, semua pengetahuan dimulai dari pengalaman indera sebagai dasar yang kemudian menimbulkan suatu kesan (impression(. Lalu Spencer memperkuat empirisnya dengan filsafatnya tentang the great unknowable, bahwa kita hanya dapat mengetahui melalui fenomena-fenomena atau gejala-gejala dibelakang dasar absolut yang tidak dapat kita kenal.
Pragmatisme berarti memiliki manfaat atau berguna. Faham ini menerapkan segala sesuatu diukur berdasarkan kegunaannya. Untuk mengukur kebenaran suatu konsep, maka harus mempertimbangkan apa konsekuensi logis penerapan konsep tersebut. Tokohnya adalah William James (1842-1910), pragmatismenya hanya idea yang dapat dipraktekkan yang benar dan berguna, dia mengingkari idea Plato dan Descartes.
Tokoh berikutnya yang ikut menyemarakkan dunia filsafat pada abad modern adalah Kierkegaard dan Sartre. Menurut Kirkegaard filsafat tidak merupakan suatu sistem, tetapi suatu pengekspresian eksistensi individual. Bereksistensi adalah bertindak. Tidak ada oranglain yang dapat menggantikan tempat saya untuk bereksistensi atas nama saya. [17] Maka fahamnya dinamakan filsafat eksistensialisme. Pada perkembangannya Kierkegaard dan Sartre meninggalkan agama alias atheis.
FILSAFAT ISLAM
Filsafat Islam terdiri dari dua kata. Filsafat diartikan sebagai berpikir bebas, radikal dan dalam dataran makna. Bebas artinya tidak ada pikiran yang menghalangi bekerja. Sedangkan kata Islam, secara semantik berasal dari kata salima artinya menyerah, tunduk dan selamat. Jadi pada hakikatnya adalah berpikir yang bebas, radikal dan berada pada taraf makna yang memiliki sifat, corak dan karakter yang menyelamatkan dan memberikan kedamaian hati. [18]
Filsafat Islam tumbuh oleh dua lingkungan yang hidup sezaman yang sama-sama meletakkan sendi-sendi kajian rasional Islam. Menurut Madkour pertama, lingkungan kaum penerjemah yang memasok dunia Islam dengan buah pemikiran klasik baik Timur maupun Barat. Kedua, lingkungan sekte teologis Islam, khususnya Muktazilah. [19]
Filsafat Islam mengalami masa gemilang mulai abad ke-8 sampai abad ke-13. Pada masa ini berkembang penerjemahan ke dalam bahasa arab karya-karya filosof Yunani atas dorongan khalifah-khalifah Bani Abbasiah, yaitu; Al-Mansyur, Harun Al-Rasyid, kemudian Al-Makmun. Berdirilah Perguruan Bait al Hikmah selain sebagai pusat penerjemahan, juga menjadi pusat pengembangan filsafat dan sains.
Kontak pertama orang Islam dengan Ilmu Pengetahuan dan filsafat Yunani adalah pada saat Khalifah Harun Al Rasyid mengirimkan orang-orang Islam ke Kerajaan Romawi di Eropa. Harun Nasution mengatakan;
“Orang-orang dikirim ke Kerajaan Romawi di Eropa untuk membeli manuskrip. Pada mulanya yang dipentingkan adalah buku-buku mengenai kedokteran, tetapi juga mengenai ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan lain dan falsafat. Buku-buku itu diterjemahkan dulu ke dalam bahasa Syria, bahasa ilmu pengetahuan di Mesopotamia di waktu itu, kemudian baru ke dalam bahasa arab. Akhirnya penerjemahan langsung ke dalam bahasa Arab”. [20]
Berkembangnya pengetahuan dalam Islam karena kebebasan para intelektual muslim dalam menekuni bidang penelitian, bahkan khalifah menyediakan sarana perpustakaan maupun laboratorium-laboratorium untuk penemuan suatu ilmu, dibuktikan dengan banyaknya Nizhamiyah berdiri.
Menurut Koento Wibisono, di Abad pertengahan inilah dikenal kehadiran para filsuf Arab seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rosjd dan Al-Gazali yang telah menterjemahkan karya-karya Aristoteles dan membawanya ke Cordova, yang pada gilirannyadikembangkan oleh para filsuf di dunia Barat. [21]
Pemikiran Filsafat Islam telah muncul dan dikenal dalam aliran-aliran teologis (kalamiah). Sejak abad 7 sampai tahun permulaan abad 13 kajian filosofis bercampur dengan kajian-kajian teologik, bahkan hidup bersama berdampingan. Maka muncullah istilah suluk, al-Ittihad, hulul, wihdatul wujud. Ini semua bentuk-bentuk tasawuf berlandaskan pada sendi-sendi filsafat, dan teori mereka tentang al-Wujud (ontologi) dan al-Ma’rifah (epistemologi) mirip dengan teori para filosof.
Ibrahim Madkour membagi tiga lingkungan dalam dunia Islam yang menggeluti pemikiran filsafat. Pertama lingkungan aliran kalam yang mencakup Syiah dan Ahl al-Sunnah, kemudian sebagian kecil al-Khawarij, Murji’ah. Kedua, lingkungan filosof-filosof murni paripatetik Arab, dan yang ketiga adalah lingkungan kaum sufi. [22]
Pemikiran Filsafat Islam
Berbagai perbedaan yang timbul antara pemikiran yang rasional (filsafat) dengan rasa (tasauf) tidak menyebabkan ada orang Islam yang didominasi oleh pemikiran akal secara total, demikian sebaliknya tidak ada yang didominasi sepenuhnya oleh rasa (hati) seratus persen. Buktinya adalah tidak ada filosuf Islam maupun sufi yang meninggalkan iman, apalagi yang mengambil faham materialisme atau atheisme.
Mengapa demikian, karena Al Quran menghargai akal dan hati. Pertentangan akal dan hati (iman) dalam Islam pun ada tetapi tidak sehebat di Barat. Di Timur (Islam) filosof dan sufi sama-sama beriman, perbedaan mereka hanya pada visi dalam menafsirkan Kitab Suci, orang filsafat biasanya menggunakan ta’wil ke arah rasio, sementara orang-orang tashawuf juga menggunakan takwil tetapi ke arah rasa. Perkembangan ini tidak menimbulkan gejolak yang berarti di dalam Islam.
Cukup banyak ayat Quran yang menunjukkan manusia agar mempergunakan akal sebagai landasan dalam berpikir, berbuat dan berperilaku seperti kata nazara dalam S. Qaf ayat 6-7, at-Thariq ayat 6-7, al-Ghasiyah ayat 17-20, tadabbaru pada S. Shad ayat 68-69, Muhammad ayat 24, tafakkru pada S. An-Nahl 68-69, al-Jatsiyah 12-13, juga kata faqiha, tazakkara, fahima dan aqala pada surat al-Isra’ 44, al-An’am 97-98 dan at-Taubah 122. Ayat-ayat itu lebih dari 140 banyaknya. Selain itu hadis juga banyak menjelaskan perlunya akal digunakan dan dikembangkan. Di dalam hadis kata akal biasanya diungkapkan dalam kata al-Ilmu.
Dari ajaran yang memuliakan akal itu maka sekitar tahun 600-700 M obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di peradaban dunia Islam. Dalam ilmu kedokteran muncul nama-nama terkenal seperti Al-Razy (850-923) dan Ibnu Sina (980-1037), kemudian Ibnu Rushd (1126-1198) dan Al-Idrisi (1100-1166).[23]
CIRI FILSAFAT ISLAM
Filsafat Islam memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Sebagai Filsafat Religius
Topik-topik filsafat Islam bersifat religius, dimulai dengan meng-esakan Tuhan dan menganalisa secara universal dan menukik keteori keTuhanan yang tak terdahului sebelumya. Seolah-olah menyaingi aliran kalamiah Mu’tazilah dan Asy’ariyah yang mengoreksi kekurangannya dan berkonsentrasi menggambarkan Allah Yang Maha Agung dalam pola yang berlandaskan tajrid (pengabstrakan), tanzih (penyucian), keesaan mutlak dan kesempurnaan total. Dari Yang Esa ber-emanasi segala sesuatu. Karena Ia pencipta, maka Ia mencipta dari bukan sesuatu, menciptakan alam sejak azali, mengatur dan menatanya. Karena alam merupakan akibat bagi-Nya, maka dalam wujud dan keabadian-Nya, maka Ia menciptakannya karena semata-mata anugerah-Nya. [24]
2. Filsafat Rasional
Akal manusia juga merupakan salah satu potensi jiwa dan disebut rasional soul. Walaupun berciri khas religius-spiritual, tetapi tetap bertumpu pada akal dalam menafsirkan problematika ketuhanan, manusia dan alam, karena wajib al-wujud adalah akal murni. Ia adalah objek berpikir sekaligus obyek pemikiran. [25]
3. Filsafat Sinkretis
Filsafat Islam memadukan antara sesama filosof. Memadukan berarti mendekatkan dan mengumpulkan dua sudut, dalam filsafat ada aspek-aspek yang tidak sesuai dengan agama. Sebaliknya sebagian dari teks agama ada yang tidak sejalan dengan sudut pandang filsafat. Para Filosuf Islam secara khusus konsentrasi mempelajari Plato dan Aristoteles. Untuk itu mereka menerjemahkan dialog-dialog penting Plato. Republik, hukum, Themaus, Sophis, Paidon, dan Apologia (pidato pembelaan Socrates). [26]
4. Filsafat yang Berhubungan Kuat dengan Ilmu Pengetahuan
Saling take and give, karena dalam kajian-kajian filosof terdapat ilmu pengetahuan dan sejumlah problematika saintis, sebaliknya dalam saintis terdapat prinsip-prinsip dan teori-teori filosofis. Filosuf Islam menganggap ilmu-ilmu pengetahuan rasional sebagai bagian dari filsafat. Misalnya adalah buku As-Syifa’ milik Ibnu Sina yang merupakan Encyclopedia, Al-Qanun. Kemudian Al-Kindi mengkaji masalah-masalah matematis dan fisis. Al-Farabi mempunai kajian ilmu ukur dan mekanika. [27]
Para Filosof Islam adalah ilmuwan, diantara mereka terdapat ilmuwan menonjol. Selain yang telah disebut di atas misalnya, Ibnu Bajah, Ibnu Thufayl, dan Ibnu Rusyd.
AL KINDI
Hidup pada tahun 796-873 M pada masa khalifah al-Makmun, dan al- Mu’tashim. Al Kindi menganut aliran Muktazilah dan kemudian belajar filsafat. Menurut al Kindi filsafat yang paling tinggi adalah filsafat tentang Tuhan. Kata al Kindi : Falsafat yang termulia dan tertinggi derajatnya adalah falsafat utama, yaitu ilmu tentang Yang Benar Pertama, yang menjadi sebab dari segala yang benar. Masih menurut al Kindi kebenaran ialah bersesuaian apa yang ada dalam akal dan yang ada di luar akal.
Dalam alam terdapat benda-benda yang dapat ditangkap dengan panca indera. Benda-benda ini merupakan juz’iyat. Yang penting bagi filsafat bukan juz’iyat yang tak terhingga banyaknya, tetapi yang penting adalah hakikat yang terdapat dalam juz’iyat, yaitu kulliyat. [28] Kemudian filsafatnya yang lain yaitu tentang jiwa atau roh
AL FARABI
Al Farabi hidup tahun 870-950 M, dia meninggal dalam usia 80 tahun. Filsafatnya yang terkenal adalah teori emanasi (pancaran). Falsafatnya mengatakan bahwa yang banyak ini timbul dari Yang Satu. Tuhan bersifat Maha Satu tidak berubah, jauh dari materi, jauh dari arti banyak, Maha sempurna dan tidak berhajat apapun. Kalau demikian hakekat sifat Tuhan, bagaimana terjadinya alam materi yang banyak ini dari yang Maha satu?
Menurut al-Farabi alam terjadi dengan cara emanasi atau pancaran dari Tuhan yang berubah menjadi suatu maujud. Perubahan itu mulai dari akal pertama sampai akal kesepuluh. Kemudian dari akal kesepuluh muncullah berupa bumi serta roh-roh dan materi pertama yang menjadi dasar dari empat unsur: api, udara, air, dan tanah. Pada falsafat kenabian dia mengatakan bahwa Nabi atau Rasul adalah pilihan, dan komunikasi dengan akal kesepuluh terjadi bukan atas usaha sendiri tetapi atas pemberian Tuhan. [29]
IBNU SINA
Ibnu Sina lahir di Asyfana tahun 980 dan wafat di Isfahan tahun1037 M. Pemikiran terpenting yang dihasilkan oleh Ibnu Sina adalah tentang jiwa. Ibnu Sina juga menganut paham pancaran, jiwa manusia memancar dari akal kesepuluh. Dia membagi jiwa dalam tiga bagian, yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan (nafsu nabatiyah), jiwa binatang (nafsu hayawaniyah), dan jiwa manusia (nafsu natiqah).
Falsafah tentang wahyu dan nabi ia berpendapat, bahwa Tuhan menganugerahkan akal materiil yang besar lagi kuat yang disebut al-hads (intuisi). Tanpa melalui latihan dengan mudah dapat berhubungan dengan akal aktif dan dengan mudah dapat menerima cahaya atau wahyu dari Tuhan. Akal yang seperti ini mempunyai daya suci (quwwatul qudsiyah). Inilah bentuk akal tertinggi yang dapat diperoleh manusia, dan terdapat hanya pada nabi-nabi [30]
Dari beberapa kajian di atas, filosuf muslim dalam pemikirannya selalu bersandar kepada Tuhan, meskipun rasio digunakan secara bebas dan radikal namun masih terkendali oleh wahyu yang merupakan pangkal dari agama Islam.
Filosuf muslim boleh menggunakan akal untuk mengembangkan buah pikiran dalam menggali ilmu pengetahuan apa saja secara mendalam, hal itu tidak bertentangan dengan kitab suci. Bahkan pembahasan materi tidak terbatas pada ilmu fisik saja.
III. PENUTUP
KESIMPULAN
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa filsafat lahir dari Yunani, namun ada juga yang mengatakan bahwa filsafat dimulai dari Islam. Ada lagi yang berpendapat asal mula filsafat dari gabungan keduanya.
Filsafat Barat adalah hasil pemikiran radikal oleh para filosuf Barat sejak abad pertengahan sampai abad modern, sedangkan Filsafat Islam adalah berpikir bebas, radikal dan berada pada taraf makna yang mempunyai sifat, corak dan karakter yang menyelamatkan dan kedamaian hati.
Perjalanan filsafat Barat dimulai dari masa Yunani Kuno, yang terfokus pada pemikiran asal kejadian alam secara rasional. Segala sesuatu harus atas dasar logika. Kemudian masa abad pertengahan filsafat berubah arah menjadi bersifat teosentrik, segala kebenaran ukurannya adalah ketaatan pada Gereja, maka mereka banyak berasal dari kalangan pendeta (agamawan). Pada perjalanan berikutnya para pendeta dogmatis itu ditinggal para ilmuwan yang kemudian beralih pada pemikiran yang bercorak bebas, radikal, dan rasional yang realis.
Filafat Islam segala bentuk pemikiran ilmuwan muslim yang mendalam secara teoritis maupun empiris, bersifat universal yang berlandaskan Wahyu. Filsafat Islam merupakan pengembangan filsafat Plato dan Aristoteles yang telah dilandasi dengan ajaran Islam dan memadukan antara filsafat dan Agama, filsafat yang berciri religius dan berusaha sekuat tenaga memasukkan teks agama dengan akal.
Perbandingan antara filsafat Barat dan filsafat Islam adalah sebagai berikut;
Persamaannya, sama-sama berfikir radikal, bebas. Kedua-duanya menggunakan logika akal, dialektika. Kedua-duanya berfikir tentang realitas alam, kosmologi.
Perbedaanya;
- Filsafat Islam :
- Berfilsafat menggunakan akal dan bersandar pada Wahyu.
- Ruang lingkup pembahasannya yang abstrak maupun konkrit, fisik maupun metafisik.
- Berfilsafat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memahami realitas alam.
- Berfilsafat dimulai dengan keimanan kepada Allah
- Filsafat Barat
- Menggunakan rasio.
- Berpijak pada hal-hal yang konkrit
- Hanya berfilsafat.
Kejayaan Islam masa lalu merupakan bagian kehidupan sejarah umat muslim yang tidak mungkin dilupakan. Maka penting untuk direnungkan, menurut Noeng Muhadjir:
Dalam kehidupan yang semakin mengglobal ini menjadi tidak mungkin dijalankan syariat Islam menjadi konstitusi negara ketika Muslim menjadi minoritas; juga bila Islam menjadi mayoritas, dapatkan Islam menerapkan hukum syar’i Islam sebagai konstitusi negara kepada non Muslim? Karena itu berarti membatasi kebebasan individu. Perlu dibangun aturan-aturan hukum yang universal, sehingga tidak meninggalkan Al-Quran. Al-Quran memang bersifat ilahiyah, shingga jangan ditinggalkan; tetapi syari’ah merupakan produk interpretasi manusiawi, sehingga dapat diperbaharui terus.[31]
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, (Bandung: Rhosda karya, 2008), cet. XVI
Abu Bakar Atjeh, Sejarah Filsafat Islam, (Sala: Ramadani, 1982), cet. II
Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), cet. III
C.A. Qadir, Filsafat dan Imu Pengetahuan dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 1991)
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1982)
_____________, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2006), cet. 12
Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004)
M. Thoyibi (ed), Filsafat Ilmu dan Perkembangannya, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 1994)
Musa Asy’ari, Filsafat Islam, (Yogyakarta: LESFI, 1999)
Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu Telaah Sistematis Fungsional Komparatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998(
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta 1996)
Zubaidi, Filsafat Barat, (Yogjakarta: Arruz Media, 2007)
[1] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, (Bandung: Rhosda karya, 2008), cet. XVI, , hal. 1
[2] Zubaidi, Filsafat Barat, (Yogjakarta: Arruz Media, 2007), hal. 12
[3] Ibid, hal. 14
[4] Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2006), cet. 12, hal. 5
[5] Ahmad Tafsir, Ibid, hal. 9
[6] Abu Bakar Atjeh, Sejarah Filsafat Islam, (Sala: Ramadani, 1982), cet. II, hal. 8
[7] Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), cet. III, hal. 111
[8] C.A. Qadir, Filsafat dan Imu Pengetahuan dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 1991), hal. 8
[9]Ahmad Tafsir, Filsafat Umum., hal. 47
[10] Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta 1996), hal. 34
[11]Ahmad Tafsir, Ibid., hal. 65
[12]Ahmad Tafsir, Ibid., hal. 74
[13] Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, ..., hal. 41
[14]Ahmad Tafsir, Ibid., hal. 142
[15]Ahmad Tafsir, Ibid., hal. 147
[16]Ahmad Tafsir, Ibid., hal. 234
[17]Ahmad Tafsir, Ibid., hal. 222
[18]Musa Asy’ari, Filsafat Islam, (Yogyakarta: LESFI, 1999) hal. 6
[19]Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 115
[20]Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2006), cet. ke-12, hal. 4
[21]M. Thoyibi (ed), Filsafat Ilmu dan Perkembangannya, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 1994), cet. ke-1, hal. 58
[22]Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 4
[23] Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, ..., hal. 42
[24] Ibid, hal. 245
[25] Ibid, hal. 247
[26] Ibid, hal. 250
[27] Ibid, hal. 254
[28]Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2006), cet. ke-12, hal. 7
[29]Harun Nasution, Ibid, hal. 20
[30]Harun Nasution, Ibid, hal. 27
[31] Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu Telaah Sistematis Fungsional Komparatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998(, hal. 96
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar/Remidi anda :