Kamis, Januari 22, 2009

Salam Kenal Untuk Family Pais, Filsafat Ilmu, Sejarah Perkembangan ( oleh Bukhori )


BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pendidik adalah adanya jurang yang cukup dalam antara yang diajarkan dengan apa yang sebenarnya terjadi (realita). Materi yng diberikan oleh para pengajar umumnya adalah hanya mendasarkan kepada body of knowledge bukan pada frontier areas .Kendati sudah ada upaya untuk menerapkan link and match yang orientasinya kearah praktis atau aplikatis keilmuan tetapi kerangka dasar konsep keilmuan tidak dijadikanlandasan methodologi pengembangan, tentulah kreativitas keilmuan tidak dapat dikembangkan secara maksimal.
Menyadari kelemahan yang ada maka sangat urgen kiranya bagi pendidikan untuk mendalami filsafat, terutama filsafat ilmu , sebagai landasan yang pakem meletakkan landasan yang benar bagi pengembangan keilmuan itu sendiri.
Diakui atau tidak umat Islam era sekarang ini sering terjebak dengan patron Islamisasi ilmu, yang menurut Kuntowijoyo; menyatakan agar umat Islam berusaha untuk tidak begitu saja meniru methode-methode dari luar dengan mengembalikan pengetahuan pada pusatnya yaitu tauhid. Dari tauhid, akan ada tiga macam kesatuan,yaitu kesatuan pengetahuan, kesatuan kehidupan dan kesatuan sejarah. Selama umat Islam tidak mempunyai methodology sendiri maka umat Islam akan selalu dalam bahaya.
Dalam kontek sejarah perlu kiranya seorang pendidik mengetahui sejarah perkembangan ilmu dan falsafahnya. Sinergi dengan pernyataan tentang kesatuan sejarah, yang artinya bahwa pengetahuan harus mengabdi pada umat dan manusia. Disinilah perlunya kita tinjau filsafat ilmu dan sejarahnya perkembangannya secara integral.
Dalam mempelajari sejarah perkembangan ilmu tentu saja kita tidak bisa berpaling dari asal filsafat itu sendiri yaitu Yunani, dengan pembagian klasifikasi secara periodic. Karena setiap periode mempunyai ciri khas tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Penemuan-penemuan demi penemuan yang diakukan oleh manusia hingga zaman sekarang ini tidaklah terpusat di satu tempat atau wilayah tertentu. Penemuan-penemuan itu menyebar dari babylonia, Mesir, China,India, Irak , Yunani, hingga ke daratan Eropha.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat Ilmu
a. Pengertain filsafat Ilmu
Istilah filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata falsafah (Arab), philosophy (Inggris), philosophia (Latin), philosophie (Jerman, Belanda, Perancis) Semua istilah itu bersumber dari pada istilah Yunani philosophia. Istilah Yunani philien berarti mencintai sedangkan philos berarti teman. Selanjutnya istilah sophos berarti bijaksana , sedangkan Sophia berarti kebijaksanaan.
Sedangkangkan kata ilmu merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa Inggris; science. Kata science berasal dari kata latin scienntia yang berarti pengetetahuan. Kata scientia ini berasal dari kata kerja scire yang artinya mempelajari, mengetahui.
Namun Jujun Suryasumantri mengemukakanbahwa ilmu adalah merupakan suatu pengetatahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi merupakan misteri . Penjelasan ini memungkinkan kita untuk meramalkan apa yang akan yang akan terjadi. Dengan demikian, penjelasan ini memungkinkan kita untuk mengontrol gejala tersebut. Untuk itu ilmu membatasi ruang jelajah kegiatan pada daerah pengalaman manusia.Arrtinya, obyek penjelajahan keilmuan meliputi segenap gejala yang dapat ditangkapdengan oleh pengalaman manusia lewat pancaindera.
Filsafat ilmu adalah cabang dari ilmu filsafat. Kalau didefinisikan filsafat ilmu adalah refleksi kegaiatan secara mendasar dan integral, maka filsafat ilmu adalah refleksi mendasar dan integral mengenai hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri. Filsafat ilmu (Philosophy of Sciensi, Wisssenchaftlehre, Wetenschapsleer) merupakan penerusan dalam pengembangan filsafat pengetahuan, sebab pengetahuan ilmiah tidak lain adalah a’higher level dalam perangkat pengetahuan manusia dalam arti umum sebagaimana diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya obyek pengetahuan disana-sini sering berhimpitan, namun berbeda dalam aspek dan motif pembahasannya.
B. Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu
Dalam sejarah perkembangannya sebagaimana yang terjadi di dunia Islam dengan kelahiran mu’tazilah yang mengedepankan akal (rasio) sekitar (abad 2 H/8M) , di dunia Eropha juga lahir gerakan Aufklarung (abad 11 H/17 M). kedua sisi ini hendak merasionalkan agama. Mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan dan Aufklarung menolakk tinitas sebagai sifat Tuan.Alam Aufklarung inilah dalam perkembangannya telah membuat peradaban Eropa menjurus pada pemujaan akal. Mereka berpendapatbahwa antara ilmu dan agama terjadi pertentangan yang keras, ilmu pengetahuan berkembang pada dunianya dan agama pada dunia yang lain. Dalam persoalan ini lahirlah sikap sekuleristik dalam ilmu pengetahuan.
Liberalisasi, emensipasi, otonomi pribadi, dan otoritas rasio yang yang begitu diagungkan merupakan nilai-nilai kejiwaanyang selalu mewarnai sikap mental manusia Barat semenjak zaman renaissance (abad 15) dan Aufklaerung (abad ke 18) yang memungkinkan mereka melakukan tinggal landas mengarungi dirgantara ilmu pengetahuan yang tiada bertepi dengan hasil-hasil sebagaimana mereka miliki hingga sekarang ini.
Tokoh-tokoh renaissance dan Aufklaerung seperti Copernicus (1473- 1543), Kepler (1571-16300, Galilie (1564-1642), Descrates (1596-1650), Newton (1643-1727), Immanuel Kant(1724-1804), adalah sebagaian dari deretan panjang nama-nama yang dalam sejarah kehidupan umat manusia meupakan pelopor dan peletak dasar ilmu pengetahuan modern. Ilmu pengetahun sebagai pengejawantahan peradaban manusia telah dan akan terus berkembang menurut proses dialektis, eksternalisasi, tempat manusia membangun dunianya , menciptakan alam lingkungannya, objektiivitas, tempat terciptanya hasil-hail karya manusiasecara objektif kemudian terlepas dan akan berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri, internalisasi , structural dunia objektif ke dalam kesadaran subjektifnya.
Namun perkembangan fisafat ilmu itu sendiri perbanding lurus dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Tentang ilmu terutama amat penting karangan-karangan dan buah pikiran Ibnu Rusyd (Averroism) sangat berpengaruh atas perkembangan ilmu pada universitas-uninersitas yang terkenal di Eropa , seperti Bologna, Napoli, Paris dan lain-lain sehingga menjadi faktor yang penting dalam bangkitnya sikap pikiran ilmu manusia baru dizaman renaissance.
Zaman perkembangan ilmu yang palnig menentukan dasar kemajuan ilmu sekarang ini ialah sejak zaman sekarang ini ialah sejak abad ke 17 dengan dorongan beberapa hal : pertama : untuk mengembalikan keputusan dan pernyataan-pernyataan ilmiah lalu menonjolkan peranan matematik sebagai sarana penunjan pemikiran ilmiah. Dalam angka inilah mulainya menonjol peranan penggunaan angka Arab di Eropa (angka yang kita kenal di dunia sekarang) karena dinilai lebih sederhana dan praktis dari pada angka –angka Romawi. Adapun angka Arab itu sendiri dikembangkan dan berasal dari kebudayaan India. Faktor yang kedua dalam revolusi ilmu di abad ke 17, ialah makin gigihnya para ilmuwan menggunakan pengamatan dan eksperimen, dalam membuktikan kebenaran-kebenaran preposisi ilmu.
Namun J.B.Bury menyangkal bahwa kemajuan ilmu tidak terdapat pada abad pertengahan bahkan tidak terdapat pada awal Renaissance ,tetapi baru abad ke -17, sebagai hasil dari rumusan Cartesius tentang dua aksioma yaitu : 1) berkuasanya akal manusia dan 2) tak berubah-ubahnya hukum alam.
Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani .Oleh karena itu periodesasi perkembangan ilmu disusun mulai dari peradaban Yunani kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer.Secara singkat periodesasi perkembangan ilmu dapat digambakan sebagai berikut :
1. Pra Yunani Kuno (abad 15-7 SM)
Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia. Yakni ketika belum mengenal peralatan seperti yang dipakai sekarang ini .Pada masa itu masa itu manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan.Masa zaman batu berkisar antara 4 juta tahun sampai 20.000 tahun sebelum masehim. Sisa peradaban manusia yang ditemukan pada masa ini antaa lain: alat-alat dari batu, tulang belulang dari hewan, sissa beberapa tanaman, gambar-gambar di gua-gua, tempat-tempat penguburan,tulang belulang manusia purba.Evolusi ilmu pengetahuan dapat dirunut melalui sejarah perkembangan pemikiran yang terjadi di Yunani, Babilonia, Mesir , China, Timur Tengah dan Eropa.
2. Zaman Yunani kuno (abad-7-2 SM)
Zaman Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan ide-ide atau pendapatnya , Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudangnya ilmu dan filsafat, karena Yunani pada masa itu tidak mempercayai mitologi-mitologi .Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman-pengalaman yang didasarkan pada sikap menerima saja (receptive attitude) tetapi menumbuhkan anquiring attitude (senang menyelidiki secara kritis).
Sikap inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli-ahli pikir yang terkenal sepanjang masa. Beberapa tokoh yang terkenal pada masa ini antara lain : Thales,Demokrates dan Aristoteles.
3. Zaman Pertengahan (Abad 2- 14 SM)
Zaman pertengahan (middle age) ditandai dengan para tampilnya theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini adalah hampir semuanya para theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau dengan kata lain kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan pada masa ini adalah Anchila Theologia (abdi agama) . Peradaban dunia Islam terutama abad 7 yaitu Zaman bani Umayah telah menemukan suatu cara pengamatan stronomi, 8 abad sebelum Galileo Galilie dan Copernicus. Sedangkan peradaban Islam yang menaklukan Persia pada abad 8 Masehi , telah mendirikan Sekolah kedokteran dan Astronomi di Jundishapur.Pada masa keemasan kebudayaan Islam, dilakukan penerjemahan berbagai karya Yunani. Dan bahkan khalifah Al_makmun telah mendirikan rumah Kebijaksanaan (House of Wisdom) / baitul hikmah pada abad 9. Pada abad ini Eropa mengalami zaman kegelapan (dark age).
4. Masa Renaissance (14-17 M)
Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikran yang bebas dari dogma-dogma agama, Renaissanse adalah zaman peralihan ketika kebudayaan abad pertengahan mulai beubah menjadi suatu kebudayaan modern.Tokoh-tokohnya adalah : Roger Bacon, Copernicus, Tycho Brahe, yohanes Keppler, Galilio Galilei.
Yang menarik disini adalah pendapat Roger Bacon, ia berpendapat bahwa pengalaman empiric menjadi landasan utama bagi awal dan ujian akhir bagi semua ilmu pengetahuan. Matematik merupakan syarat mutlak untuk mengolah semua pengetahuan. Menurut Bacon , filsafat harus dipisahkan dari theolgi. Agama yang lama masih juga diterimanya.Ia berpendapat bahwa akal dapat membuktikan adanya Allah. Akan tetapi mengenai hal-hal yang lain di dalam theology hanya dikenal melalui wahyu. Menurut dia kemenangan iman adalah besar, jika dogma-dogma tampak sebagai hal-hal yang tidak masuk akal sama sekali.
Sedangkan Copernicus adalah tokoh gereja ortodok,yang menerangkan bahwa matahari berada di pusat jagat raya,dan bumi memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerakan tahunan mengelilingi matahari. Teori ini disebut Heliosentrisme. Namun teorinya ditentang kalangan gereja yang mempertahankan prinsip Geosentrisme yang dianggap lebih benar dari pada prinsip Heliosentrisme. Setiap siang kita melihat semua mengelilingi bumi.Hal ini ditetapkan Tuhan, oleh agama , karena manusia menjadi pusat perhatian Tuhan , untuk manusialah semuanya , paham demikian disebut Homosentrisme . dengan kata lain prinsip Geosentrisme tidak dapat dipisahkan dari prinsip Homosentrisme.
5. Perkembangan Filsafat Zaman Modern (17-19 M)
Zaman ini ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme Yunani. Paham –paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme, Idialisme, dengan Empirisme. Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting pendukung rasionalisme, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Sedangkan aliran Idialisme mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa., spirit, Para pengikut aliran /paham ini pada umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat kritisisismennya Immanuel Kant. Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut Idealisme subyektif merupakan murid Kant. Seangka Scelling, filsafatnya dikenal dengan filsafat Idealisme Objektif .Kedua Idealisme ini kemudian disentesakan dalam Filsafat Idealisme Mutlak Hegel.
Pada Paham Empirisme mengajarkan bahwa todak ada sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman.ini bertolak belakang dengan paham rasionalisme. Mereka menentang para penganut rasionalisme yang ang berdasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori. Pelopor aliran ini adalah Thomas Hobes Jonh locke,dan David Hume.
6. Zaman Kontemporer
Yang dimaksud dengan zaman kontemporer adalah dalam kontek ini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang. Hal yang membedakan pengamatan tentang ilmu pada zaman sekarang adalah bahwa zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke -15, sedangkan kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat sekarang. Beberapa contoh perkembangan ilmu kontemporer adalah :Santri, Priyayi, dan Abangan, dalam kajian ilmu social keagamaan , penelitiannya Clifford Geert yang dalamversi aslinya berjudul The Religion of Java. Teknologi rekayasa genetika,teknologi Informasi , adanya teoi Partikel Elementer dan kemajuan sains dan teknologi dibidang-bidang lain .
Lebih lanjut Semenjak tahun 1960 filsafat ilmu mengalami perkembangan yang sangat pesat,terutama sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi yang ditopang penuh oleh positivisme-empirik, melalui penelaahan dan pengukuran kuantitatif sebagai andalan utamanya. Berbagai penemuan teori dan penggalian ilmu berlangsung secara mengesankan.
Pada periode ini berbagai kejadian dan peristiwa yang sebelumnya mungkin dianggap sesuatu yang mustahil, namun berkat kemajuan ilmu dan teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan. Bagaimana pada waktu itu orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika Neil Amstrong benar-benar menjadi manusia pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan. Begitu juga ketika manusia berhasil mengembangkan teori rekayasa genetika dengan melakukan percobaan cloning pada kambing, atau mengembangkan cyber technology, yang memungkinkan manusia untuk menjelajah dunia melalui internet. Belum lagi keberhasilan manusia dalam mencetak berbagai produk nano technology , dalam bentuk mesin-mesin micro-chip yang serba mini namun memiliki daya guna sangat luar biasa.
Semua keberhasilan ini kiranya semakin memperkokoh keyakinan manusia terhadap kebesaran ilmu dan teknologi. Memang, tidak dipungkiri lagi bahwa positivisme-empirik yang serba matematik, fisikal, reduktif dan free of value telah membuktikan kehebatan dan memperoleh kejayaannya, serta memberikan kontribusi yang besar dalam membangun peradaban manusia seperti sekarang ini.
Namun, dibalik keberhasilan itu, ternyata telah memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak sederhana, dalam bentuk kekacauan, krisis dan chaos yang hampir terjadi di setiap belahan dunia ini. Alam menjadi marah dan tidak ramah lagi terhadap manusia, karena manusia telah memperlakukan dan mengexploitasinya tanpa memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya. Berbagai gejolak sosial hampir terjadi di mana-mana sebagai akibat dari benturan budaya yang tak terkendali.
Kesuksesan manusia dalam menciptakan teknologi-teknologi raksasa ternyata telah menjadi boomerang bagi kehidupan manusia itu sendiri. Raksasa-raksasa teknologi yang diciptakan manusia itu seakan-akan berbalik untuk menghantam dan menerkam si penciptanya sendiri, yaitu manusia.
Berbagai persoalan baru sebagai dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi yang dikembangkan oleh kaum positivisme-empirik, telah memunculkan berbagi kritik di kalangan ilmuwan tertentu. Kritik yang sangat tajam muncul dari kalangan penganut “Teori Kritik Masyarakat”, sebagaimana diungkap oleh Ridwan Al Makasary (2000:3). Kritik terhadap positivisme, kurang lebih bertali temali dengan kritik terhadap determinisme ekonomi, karena sebagian atau keseluruhan bangunan determinisme ekonomi dipancangkan dari teori pengetahuan positivistik. Positivisme juga diserang oleh aliran kritik dari berbagai latar belakang dan didakwa berkecenderungan mereifikasi dunia sosial. Selain itu Positivisme dipandang menghilangkan pandangan aktor, yang direduksi sebatas entitas pasif yang sudah ditentukan oleh “kekuatan-kekuatan natural”. Pandangan teoritikus kritik dengan kekhususan aktor, di mana mereka menolak ide bahwa aturan aturan umum ilmu dapat diterapkan tanpa mempertanyakan tindakan manusia. Akhirnya “ Teori Kritik Masyarakat” menganggap bahwa positivisme dengan sendirinya konservatif, yang tidak kuasa menantang sistem yang eksis.
Senada dengan pemikiran di atas, Nasution (1996:4) mengemukan pula tentang kritik post-positivime terhadap pandangan positivisme yang bercirikan free of value, fisikal, reduktif dan matematika.
Aliran post-positivime tidak menerima adanya hanya satu kebenaran,. Rich (1979) mengemukakan “There is no the truth nor a truth – truth is not one thing, - or even a system. It is an increasing completely” Pengalaman manusia begitu kompleks sehingga tidak mungkin untuk diikat oleh sebuah teori. Freire (1973) mengemukakan bahwa tidak ada pendidikan netral, maka tidak ada pula penelitian yang netral.
Usaha untuk menghasilkan ilmu sosial yang bebas nilai makin ditinggalkan karena tak mungkin tercapai dan karena itu bersifat “self deceptive” atau penipuan diri dan digantikan oleh ilmu sosial yang berdasarkan ideologi tertentu. Hesse (1980) mengemukakan bahwa kenetralan dalam penelitian sosial selalu merupakan problema dan hanya merupakan suatu ilusi. Dalam penelitian sosial tidak ada apa yang disebut “obyektivitas”. “ Knowledge is a’socially contitued’, historically embeded, and valuationally. Namun ini tidak berarti bahwa hasil penelitian bersifat subyektif semata-mata, oleh sebab penelitian harus selalu dapat dipertanggungjawabkan secara empirik, sehingga dapat dipercaya dan diandalkan. Macam-macam cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tingkat kepercayaan hasil penelitian
Jelasnya, apabila kita mengacu kepada pemikiran Thomas Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolutions (1962) bahwa perkembangan filsafat ilmu, terutama sejak tahun 1960 hingga sekarang ini sedang dan telah mengalami pergeseran dari paradigma positivisme-empirik,–yang dianggap telah mengalami titik jenuh dan banyak mengandung kelemahan–, menuju paradigma baru ke arah post-positivisme yang lebih etik.
Terjadinya perubahan paradigma ini dijelaskan oleh John M.W. Venhaar (1999:) bahwa perubahan kultural yang sedang terwujud akhir-akhir ini, –perubahan yang sering disebut purna-modern, meliputi persoalan-persoalan : (1) antihumanisme, (2) dekonstruksi dan (3) fragmentasi identitas. Ketiga unsur ini memuat tentang berbagai problem yang berhubungan dengan fungsi sosial cendekiawan dan pentingnya paradigma kultural,– terutama dalam karya intelektual untuk memahami identitas manusia.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang penulis paparkan maka dapatlah ditarik beberapa kesimpulan :
1. Bahwa filsafat ilmu mengalami sejaah yang panjang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan itusendiri.
2. Bahwa perkembangan ilmu pengetahuan tidak bisa lepas dariPerkembangan pemikiran secara teoritis yaitu senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani .Oleh karena itu periodesasi perkembangan ilmu disusun mulai dari peradaban Yunani kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer.
3. Penemuan-penemuan yang spektakuler terjadi sepanjang zaman dari masa Pra Yunani kuno sampai pada masa kontemporer tentu saja sangat dipengaruhi oleh tokoh pemikir (filosuf) yang hidup pada zaman masing- masing dan menambah kekayaan kasanah ilmu pengetahuan khususnya cabang filsafat yaitu filsafat ilmu.
B. SARAN
Dalam hal ini penulis menyarankan bahwa :
1. Hendaknya kita mempelajari filsafat ilmu sebagai landasan untuk menentukan kebenaran sebuah ilmu yang kita pelajari agar ilmu yang kita pelajari dapat menjadi kontribusi yang ilmiah untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa kini dan masa yang akan datang .
2. Hendaknya kita kita selalu berusaha sekuat tenaga untuk tetap belajar dan belajar sejauh masih diberi kesempatan ,sebagai mana telah contohkan oleh para ilmuwan yang telah lalu.
C. PENUTUP
Alahmdulillah penulis telah dapat menyelesaikan makalah yang sangat sederhana
Ini, Oleh karena itu kritik, saran dan masukan sangat penulis nantikan . penulissangat menyadari keterbasan penulis. Akhirnya tiada gading yang tak retak. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu “alamu bishawaf.

Daftar Pustaka
Amsal ,Bakhtiar , Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Beerling, Kwee, Mooj , Van Peursen, Pengantar Filsafat Ilmu, Soejono Soemargo et.al. , Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, vol.3 , 1990.
Filsafat Ilmu, http://members.tripod.com/aljawad/artikel/filsafat_ilmu.htm.
Ismaun, Filsafat Ilmu, (Diktat Kuliah), Bandung : UPI Bandung,2001
Jujun S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Sinar Harapan.
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Yogyakarta: Tiara Wacana cet.2.2006.
Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu, Yokyakarta: Rake Sarasin, cet.2 , 1998.
M.Rosully, Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : Mandar Maju, vol.1, 1994.
M.Thoyibi, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya, Suarakarta: Muhammadiyah University Press, 1994.
Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, vol. 1 , 1996.
Mantiq, http://media.isnet.org./islam/etc/mantiq.htm.

Selasa, Januari 20, 2009

BUDAYA ARAB SEBELUM ISLAM ( Akhmad Fatoni)

A. Pendahuluan
Membicarakan budaya Arab tentu akan berhubungan dengan situasi dan kondisi Bangsa Arab padawaktu itu. Letak geografis, cuaca, jenis tanah padang pasir dan iklim sangat mempengaruhi prilaku dan kebiasaan kebiasaan mereka. Tidak banyak yang diketahui tentang dokumen ataupun peninggalan peninggalan yang dapat kita jumpai untuk dijadikan referensi tentang kehidupan mereka secara detail.
Bangsa Arab atau yang sering disebut juga dengan bangsa yang tingga di Jazirah Arab itu luasnya kurang lebih 1.100.000 mil persegi, atau 3.156.558 kilometer persegi . Tanah seluas itu hampir sepertiganya tertutup oleh lautan pasir, pegunungan dan bebatuan yang besar. Kekeringan dan pasir menjadi pemandangan sehari hari, karena lembah lembah yang ada airnya sebentar saja kemudian kering. Sungai juga tidak di temukan karena air yang ada meresap kedalam pasir atau sebagian masuk kedalam lautan. Budaya bangsa arab sangat beragam hanya saja ada satu hal yang selalu ada didalam kehidupan mereka adalah suka berperang untuk saling memperebutkan pengaruh dan kekuasaan agar dapat memperoleh penghasilan.
Sebelum kedatangan Islam Bangsa Arab merupakan bangsa yang memiliki budaya yang jauh dari nilai nilai positif dan manusiawi. Pedang dan senjata menjadi teman yang selalu disandang dan dibawa kemanapun pergi, apalagi melalui daerah padang pasir yang sangat luas dan jauh, sering terjadi perampokan dan pencurian bahkan sampai terjadi saling membunuh.
Sejarah bangsa Arab penduduk gurun pasir hampir tidak dikenal orang. Yang dapat kita ketahui dari sejarah mereka hanyalah yang dimulai dari kira-kira lima puluh tahun sebelum Islam. Adapun yang sebelum itu tidaklah dapat diketahui. Yang demikian disebabkan karena bangsa Arab penduduk padang pasir itu terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang suka berperang. Peperangan-peperangan itu pada asal mulanya ditimbulkan oleh keinginan memelihara hidup, karena hanya siapa yang kuat sajalah yang berhak memiliki tempat-tempat yang berair dan padang-padang rumput tempat menggembalakan binatang ternak . Adapun si lemah, dia hanya berhak mati atau jadi budak.
Peperangan-peperangan itu menghabiskan waktu dan tenaga; karena itu mereka tidak mempunyai waktu dan kesempatan lagi untuk memikirkan kebudayaan. Dan bilamana di antara mereka dapat bekerja, mencipta dan menegakkan suatu kebudayaan, datanglah orang lain memerangi dan meruntuhkannya. Dan lagi, mereka buta huruf. Oleh karena itu sejarah dan kehidupan mereka tidak ada yang menuliskan.
Jadi, tidak ada bengunan-bangunan yang dapat melukiskan sejarah mereka; dan tidak ada pula tulisan-tulisan yang dapat menjelaskan sejarah itu. Adapun yang sampai kepada kita tentang orang-orang jaman dahulu itu, adalah yang diceritakan oleh kitab-kitab suci. Sejarah mereka, mulai dari masa seratus lima puluh tahun sebelum Islam, dapat kita ketahui dengan perantaraan syair-syair atau cerita-cerita yang diterima dari perawi-perawi.
Adapun sejarah bangsa Arab penduduk negeri, Adalah lebih jelas. Negeri-negeri mereka ialah: Jazirah Arab bahagian selatan, kerajaan Hirah dan Ghassan, dan beberapa kota ditanah Hejaz.
Masyarakat Arab, sebelum kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad SAW, dikenal dengan sebutan jahiliyah. Jika merujuk pada arti kata jahiliyah (yang berasal dari bahasa Arab dari kata jahala yang berarti bodoh), maka secara harfiyah bisa disimpulkan bahwa masyarakat jahiliyah adalah masyarakat yang bodoh.
Sebutan jahiliyah ini perlu mendapat penjelasan lebih lanjut, sebab dari situlah akan terbangun pola kontruksi terhadap masyarakat Arab masa itu, yang di dalamnya adalah juga nenek moyang Nabi Muhammad SAW dan sekaligus cikal bakal masyarakat Islam. Jika masyarakat jahiliyah kita artikan sebagai masyarakat bodoh dalam pengertian primitif yang tak mengenal pengetahuan atau budaya; tentu sulit dipertanggungjawabkan, karena berdasarkan data sejarah, masyarakat Arab waktu itu juga telah memiliki nilai-nilai peradaban walaupun sederhana. Pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki masyarakat Arab, diantaranya dalam bidang
1. Astronomi, tetapi terbatas pada penggunaan bintang untuk petunjuk jalan, atau mengetahui jenis musim.
2. Meteorologi mereka gunakan untuk mengetahui cuaca dan turunnya hujan.
3. Sedikit tentang sejarah umat sekitarnya.
4. Pengobatan berdasarkan pengalaman.
5. Perdukunan dan semacamnya.
6. Bahasa dan Sastra (sering diadakan musabaqah ) dalam menyusun syair atau petuah dan nasehat. Syair-syair yang dinilai indah, digantung di Ka’bah, sebagai penghormatan kepada penggubahnya sekaligus untuk dapat dinikmati oleh yang melihat atau membacanya. Penyair mendapat kedudukan yang istimewa. Mereka dinilai sebagai pembela kaumnya. Dengan syair mereka mengangkat reputasi satu kaum atau seseorang dan juga sebaliknya dapat menjatuhkannya).
B. Bagian bagian Jazirah Arab
Untuk menjelaskan Budaya Arab sebelum Islam haruslah kita kenali bagian bagian dari Bangsa Arab, karena mereka memiliki tabiat dan kebiasaan yang berbeda beda menurut kebiasaan mereka masing masing. Bagian bagian Bangsa Arab adalah meliputi :
1. Hijaz terletak disebelah tenggara dari Thursina di tepi laut Merah. Adapun sebab dinamai Hijaz karena dia menutup antara daerah Tihamah dan Najd. Dalam daerah Hijaz itulah letaknya kota yang terkenal dengan nama “ Mekkah “ atau “ Bakkah” tempat lahhir Nabi Muhammad SAW dan disanalah pada akhirnya di bangun masjidil haram yang ditengahnya terdapat Ka`bah.
2. Yaman letaknya di sebelah selatan Hijaz, sebab dinamai Yaman karena letaknya berada disebelah kanan Ka`bah yakni jika menghadap ketimur dan di sebelah kiri dinamai negeri Asier.
3. Hadramaut terletak di sebelah timur dari daerah Yaman dan di tepi Samudra Hindia
4. Muhrah terletak di sebelah timur daerah Hadramaut
5. Oman di sebelah utara bersambung dengan teluk persia dan disebelah tenggara dengan Samudra Hindia
6. Al-Hasa terletak di panatai Teluk Persia dan panjangnya sampai ke tepi sungai Euphraat
7. Najd terletak di tengah tengah antara Hijaz, Al-hasa, Sahara negeri Syam dan negeri Yamamah. Tanah Najd itulah dataran yang tinggi dan luas, dan bersambung di utara dengan negeri Syam, di timur dengan Iraq, di barat dengan Hijaz dan di selatan dengan Yamamah.
8. Ahqaf terletak di daerah Arab sebelah selatan dan disebelah barat daya dari Oman. Dan daerah Ahqaf itulah dataran yang rendah.
C. Syair Arab
Ada dua cara, dalam mempelajari syair Arab di masa Jahiliah sebelum kedatangan Islam, yaitu :
1. Mempelajari syair itu sebagai suatu kesenian, yang oleh bangsa Arab amat dihargai.
2. Mempelajari syair itu dengan maksud, supaya kita dapat mengetahui adat istiadat dan budi pekerti bangsa Arab.
Syair adalah salah satu seni yang sangat indah, dihargai dan dimuliakan oleh bangsa Arab. Mereka amat gemar berkumpul mengelilingi penyair-penyair, untuk mendengarkan syair-syair mereka.
Ada beberapa pasar tempat penyair berkumpul, yaitu:pasar ‘Ukas, Majinnah, Zul Majaz. Dipasar-pasar itu para penyair memperdengarkan syairnya yang sudah dipersiapkan untuk maksud itu, dengan dikelilingi oleh warga sukunya yang memuji dan merasa bangga dengan penyair-penyair mereka. Dipilihlah di antara syair-syair itu yang terbagus, lalu digantungkan di Ka’bah tidak jauh dari patung dewa-dewa pujaan mereka. Seorang penyair mempunyai kedudukan yang amat tinggi dalam masyarakat bangsa Arab. Bila pada suatu kabilah muncul seorang penyair maka berdatanganlah utusan dari kabilah-kabilah lain, untuk mengucapkan selamat kepada kabilah itu. Untuk ini kabilah itu mengadakan perhelatan-perhelatan dan jamuan besar-besaran, dengan menyembelih binatang-binatang ternak. Wanita-wanita kabilah ke luar untuk menari, menyanyi dan bermain musik.
Semua ini diadakan untuk menghormati penyair. Karena penyair membela dan mempertahankan kabilah dengan syair-syairnya, ia melebihi seorang pahlawan yang membela kabilahnya dengan ujung tombaknya. Disamping itu penyair dapat juga mengabadikan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian dengan syairnya. Dan bilamana ada penyair-penyair kabilah lain mencela kabilahnya, maka dialah yang akan membalas dan menolak celaan-celaan itu dengan syair-syairnya pula. Salah satu dari pengaruh syair pada bangsa Arab ialah : Bahwa syair itu dapat meninggikan derajat yang tadinya hina,atau sebaliknya, dapat menghinakan seseorang yang tadinya mulia. Bilamana seorang penyair memuji seorang yang tadinya dipandang hina, maka dengan mendadak sontak orang itu menjadi mulia; dan bilamana seorang penyair mencela atau memaki seorang yang tadinya dimuliakan, maka dengan serta merta orang itu menjadi hina . Sebagai contoh dapat kita sebutkan di sini Abdul ‘Uzza ibnu ‘Amir. Dia adalah seorang yang mulanya hidup melarat. Puteri-puterinya banyak, akan tetapi tidak ada pemuda-pemuda yang mau memperistri mereka. Kemudian dia dipuji oleh Al A’sya seorang penyair ulung. Syair Al A’sya yang berisi pujian itu tersiar kemana-mana. Dengan demikian menjadi mashyurlah Abdul ‘Uzza itu; penghidupannya menjadi baik, maka berebutanlah pemuda-pemuda meminang puteri-puterinya. Ada sekumpulan manusia yang dicela oleh penyair Hassan ibnu Tsabit, maka menjadi hinalah mereka. Penyair Al Huthaiah memuji sekelompok manusia. Mereka merasa bangga dengan pujian Al Huthaiah itu, seakan-akan pujian Al Huthaiah itu suatu ijazah yang mereka dapat dari salah satu perguruan tinggi. Itulah syair dan demikianlah pengaruhnya! Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa syair itu sebagai suatu seni yang telah menggambarkan kehidupan, budi pekerti dan adat istiadat bangsa Arab. Menurut para ahli sejarah syair-syair dari penyair-penyair yang hidup dimasa Jahiliah tersebut menjadi sumber yang terpenting bagi sejarah bangsa Arab sebelum Islam. Syair-syair dapat menggambarkan kehidupan bangsa Arab dimasa Jahililiah sebelum kedatangan Nabi MuhammadSAW. Orang yang membaca syair Arab, akan melihat kehidupan bangsa Arab tergambar dengan jelas pada syair itu . Dia akan melihat padang pasir, kemah-kemah, tepat-tempat permainan, dan sumber-sumber air. Dia akan mendengar tutur kata pemimpin-pemimpin laki-laki dan wanita. Dia akan mendengar bunyi kuda dan gemerincing pedang. Syair akan mengisahkan kepadanya peperangan-peperangan, adat istiadat dan budi pekerti bagsa Arab.
Dari syair kita akan mengetahui bahwa di antara bangsa Arab ada orang-orang yang telah mengetahui "Allah", kendati pun kepercayaan watsani-lah yang berkembang di waktu itu. Ada orang mengharamkan atau mencela minum khamar (tuak). Dan salah satu adat kebiasan mereka ialah mengawini istri ayahnya sesudah ayahnya itu meninggal. Mereka telah mengenal thalaq, dan banyak lagi hal hal lain yang bersumber dari syair Arab Jahiliah itu.
D. Kehidupan dan Budaya Bangsa Arab
Bangsa Arab pada masa itu terdapat dua golongan yaitu yang tinggal di perkotaan dan tinggal di pedesaan . Dari dua golongan itu yang paling banyak adalah penduduk yang tinggal di pedesaan atau di gunung- gunung atau yang tinggal di daerah Padang pasir. Golongan yang besar itulah yang dinamakan golongan Badwi yang suka memelihara binatang-binatang ternak seperti unta. Mereka memelihara dengan sangat baik karena unta dapat digunakan sebagai alat transportasi yang tepat di daerah padang pasir. Penduduk perkotaan dalam kehidupan mencukupi kebutuhan mengandalkan jalan perniagaan dengan bergang di luar negeri. Perdagangan yang dilakukan bertahun tahun juga tidak dapat berkembang maju karena mereka harus melakukan perjalanan yang sangat jauh dan melalui padang pasir luas. Diperjalanan juga sering tidak aman karena sering terjadinya perampokan, pembajakan, penyamunan dan kejahatan yang dilakukan oleh penduduk yang tinggal di bukit bukit atau daerah pegunungan dan padang pasir. Kejadian ini menjadi salah satu penyebab tidak berkembannya dunia perdagangan bangsa arab pada waktu itu. Dari kondisi yang demikian itu menyebabkan budaya dan peradaban Bangsa arab baik masyarakat kota maupun di pedesaan tidak banyak memiliki peninggalan peninggalan sejarah sebagai bukti kemajuan mereka.
E. Agama Bangsa Arab
Agama yang berkembang di Jazirah Arab sebelum kedatangan nabi Muhammad SAW dan Islam sebenarnya sudah ada agama yang di bawa oleh para nabi dan rasul pendahulu yang mengajarkan tentang adanya Tuhan yang harus disembah. Bahkan sejak zaman nabi Ibrahim,as dan nabi Ismail,as telah mengajarkan adanya konsep tentang keesaan Allah. Hanya saja mereka setelah sekian lama belum ada nabi lagi banyak melakukan penyimpangan penyimpangan ajaran agama. Dalam perkembangan berikutnya mereka suka memutar balikkan ajaran agama, diubah, direkayasa, ditambah dan dikurangi hingga akhirnya agama nabi Ibrahim,as tinggal nama saja. Keagamaan bangsa arab pada awal menjelang kedatangan Islam secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Menyembah Malaikat, mereka menyembah dan menganggapbahwa malaikat merupakan wakil tuhan di dunia, untukmemberikansegala sesuatu yang diminta atau dihajatkan oleh manusia.
2. Menyembah Jin, Ruh dan Hantu, hal ini dikerjakan karena mereka beranggapan bahwa Jin, Ruh dan hantu adalah saling mempunyai hubungan dengan leluhur mereka, sehingga ada yang menghormat kepada mereka.
3. Menyembah Bintang bintang , yang dimaksud dengan menyembah bintang-bintang adalah matahari, bulan, dan bintang bintang yang gemerlapan di malam hari. Mereka beranggapan bahwa bintang bintang itu diberi kekuasaan penuh oleh Tuhan yang megarur alam yang luas ini.
4. Menyembah Berhala, mereka biasanya menyembah berhala dalam bentuk patung yang mereka buat sendiri yang dibuat dari kayu, logam ataupun batu batuan. Berhala tersebut diletakkan disamping ka`bah ataupun di dalam ka`bah yang kemudian disembah dandipuja puja sendiri. Adapun berhala yang paling besar ialah; Hubal, Manat, Latta, Uzza inilah berhala yang terkenal dan banyak dipuja. Penyembah berhala ini juga terbagi menjadi tiga, yaitu :
a. Yang mengakui adanya Tuhan Yang Mahas Esa, tetapi dalam penyembahan mereka menggunakan berhala sebagai perantara.
b. Menyembah berhala karena punya pendirian bahwa berhala itu tidak berubah dengan ka’bah, sama-sama dijadikan sebagai kiblat di dalam menyembah Allah Ta’ala.
c. Mereka yang berkata bahwa dalam tiap-tiap berhala itu ada syaitan, yang mengatur baik buruk nasib manusia. Jadi yang disembah itu syaitan, bukan berhalanya.
5. Agama Yahudi, pemeluk yahudi berkembang di Hejaz, terutama di Khaibar dan di antara bani Quraizah, bani Nadhir, dan bani Qainuqa’ di Medinah.
6. Agama Nasrani , pada masa itu agama Nasrani banyak mendapat bantuan yang besar dari kerajaan Romawi dan kerajaan Habsyi sehingga dapat berkembang sesuai perkembangan zaman . Pemeluk Nasrani. Masuk dari negeri Rumawi dibawa oleh anggota pemerintahan kerajaan Ghassaan yang melawat ke sana karena berniaga. Agama ini berkembang lewat dua firkah, yaitu Nasturiah di Hirah dan Ya’qubiyah di Syam.
7. Ada yang berpegang pada agama Nabi Ibrahim. Kelompok ini terbagi lagi menjadi dua, yang tetap memegang apa yang diterimanya dari Nabi Ibrahim itu dan tidak diubah-ubahnya dan yang memberi beberapa tambahan.
8. Dahriyin. Mereka yang tidak mengakui ada yang menjadikan alam dan tidak mengakui akan datangnya hari kiamat.
9. Sabiah. Mereka yang menggantungkan kepercayaannya kepada perjalanan bintang dan falak, berkeyakinan bahwasanya segala sesuatu itu, geraknya dan diamnya, berjalan dan berhentinya, semua itu bertali dan berkait dengan bintang-bintang.
10. Zindiq.
11. Penyembah api.


F. Perilaku Bangsa Arab sebelum Islam
Kehidupan Bangsa Arab sangat jauh berbeda antara sebelum dan sesudah kedatangan Islam . Secara singkat dapat kita ungkap tentang kebiasaan mereka yang sangat buruk misalnya :
1. Pemabuk karena suka minum Tuak
2. Perjudian
3. Pelacuran
4. Pencurian dan Perampokkan
5. Kekejaman
6. Kurang Bersih dalam Pola Makan dan Minum
7. Tidak memiliki budaya Sopan Santun
8. Suka bertengkar dan Berkelahi
G. Perlakuan Terhadap Perempuan
Kondisi sosial masyarakat Arab yang disebut dengan jahiliyyah, diantaranya yang bisa dilihat dari hubungan antara laki-laki dengan wanita di kalangan masyarakat biasa. Dalam hal perkawinan, misalnya, dikenal 4 macam yaitu :
1. Seorang lelaki meminang (calon istri) kepada walinya, kemudian memberinya mahar dan menikahinya (pernikahan lazimnya sekarang).
2. Perkawinan istibdha’ (mencari bibit unggul), yaitu apabila seorang istri sudah bersih dari haidnya, sang suami berkata kepadanya, “Pergilah kepada fulan dan mintalah bersetubuh dengannya.” Maka, sang suami menjauhinya dan tidak menyetubuhinya selama belum nyata kehamilannya dari hasil persetubuhan dengan orang tersebut. Setelah nyata kehamilannya, sang suami baru menggaulinya bila menginginkannya. Hal tersebut dilakukan karena keinginannya memiliki keturunan anak yang pandai dan berani.
3. Sekelompok orang berjumlah kurang dari sepuluh mendatangi seorang wanita, semuanya menyetubuhinya. Apabila sudah hamil dan melahirkan anaknya, wanita tersebut mendatangi mereka, dan tidak ada seorang pun dari mereka yang mampu menolak sehingga mereka berkumpul di tempat wanita tersebut. Kemudian wanita tersebut berkata kepada mereka, “Kalian sudah mengetahui perbuatan yang telah kalian lakukan. Saya telah melahirkan seorang anak. Anak ini adalah anakmu wahai fulan (sambil menyebutkan nama salah seorang dari mereka yang dicintai).” Kemudian anak tersebut dinisbatkan kepadanya.
4. Orang banyak berkumpul lalu mendatangi seorang wanita pelacur yang tidak pernah menolak orang yang datang kepadanya. Para pelacur itu meletakkan bendera di depan pintunya sebagai tanda bahwa siapapun yang menginginkannya boleh memasukinya. Setelah pelacur tersebut hamil dan melahirkan, mereka berkumpul di tempatnya dan mereka mengundang Qafah (orang yang bisa nengetahui persamaan anatara anak dan bapak lewat tanda-tanda yang tersembunyi). Kemudia sang Qafah tersebut menisbatkan anak pelacur tersebut kepada orang yang dia lihat (memiliki tanda persamaan dengan anak tersebut), dan orang tersebut menganggapnya sebagai anaknya, tidak boleh menolak.
Selain empat macam perkawinan di atas, ada bentuk-bentuk lain hubungan laki-laki dengan wanita yang termasuk jahiliyah misalnya dalam peperangan antarkabilah, yang menang menawan para istri dari kabilah yang kalah, dan menghalalkan kehormatannya. Sedangkan anak-anak para wanita tersebut akan menanggung aib selama hidupnya.
Dalam hal poligami, mereka melakukan tanpa batas; misalnya menawini dua wanita yang bersaudara; mengawini istri bapak mereka setelah ditalak atau ditinggal mati. Ada di antara suku Arab yang suka membunuh anak perempuannya sendiri karena malu, atau karena anak itu tidak menarik hatinya. Ada pula yang membunuh karena takut miskin.
Namun begitu, di kalangan bangsawan Arab, hubungan laki-laki dengan wanita (istri) sudah berada pada tingkat kemajuan. Seorang istri memiliki kebebasan berpikir dan berbicara dalam porsi yang cukup besar. Seorang istri dihormati dan dilindungi, dan apabila kehormatan diganggu, pedanglah yang berbicara dan darah pun tumpah.

H. Penutup
Keadaan suatu bangsa dimanapun berada dalam perkembangan antar generasi pasti akan mengalami berbagai perubahan. Dalam banyak hal Bangsa Arab yang tinggal di Jazirah Arab dalam kurun waktu yang lama telah mengalami suka dan duka , kesesngsaraan, keprihatinan, bahkan disebut sebut sebagai Zaman jahiliyah atau zaman kebodohan. Dibalik kebodohan dan ketidak tahuan itu ternyata dapat dijumpai pula suatu kemajuan di kalangan Bangsa Arab dan khususnya yang tinggal di Yaman. Pertukangan dan Perniagaan telah lebih maju dibandingkan dengan Bangsa Arab diluar Yaman. Bangsa Arab sebelum Islam terbagi bagi dalam beberapa kerajaan besar dan kecil. Diantara kerajaan yang besar ialah Yaman, kerajaan Munazirah, dan kerajaan Ghassaniyah. Dari berbagai macam suku bangsa Arab terdapat suku Bangsa Quraisy yang pada akhirnya menurunkan keturunan yang melahirkan Nabi MuhammadSAW. Nama bangsa Quraisy juga disebut dalam Al Quran dan menjadi salah satu nama surat dalam Al-Quran.
Dengan demikian dapat disimpulkan secara sederhana bahwa sesungguhnya Bangsa Arab memiliki budaya dan pengetahuan walaupun tingkat peradabanya masih sangat rendah. Karena dari merekalah datang seorang nabi dan Rasul Terakhir, tentunya pemaknaan jahiliyah perlu mendapkan pemahaman yang seimbang dan tepat. Karena tidak mungkin seorang nabi atau Rasul itu datang dari orang yang Bodoh ( Jahiliyah )

DAFTAR PUSTAKA

Al Mubarakfuruy, Shafiyyur Rahman, 1998, Muhammad Sirah Nabawiyah, Jakarta, Robbani Pres
Chalil, Moenawar,K.H , 1993 Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, Jakarta, Bulan Bintang
Hamka, Prof.Dr, 2002, Sejarah Umat Islam, Jakarta, Pustaka Nasional
Husain, Haikal Muhammad, 2004, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta, Lentera Antar Nusa
Karen, Amstrong, 2004, Muhammad Sang nabi , Risalah Gusti
Shihab, M Quraish, 1999, Mukjizat Al Quran ditinjau dari Aspek Kebahasaan isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib, Jakarta, Mizan
Nata, Abuddin,Prof.Dr.H,MA, 2005,Kapita Selekta Pendidikan Islam, Angkasa, Bandung
Putra dauly,Haidar,Prof.Dr.H,MA, Pendidikan Islam cetakanke3,2007, Jakarta, Kencana MediaGroup
Yatim, badri,Dr,MA, Sejarah Peradaban Islam, 1999,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Senin, Januari 19, 2009

Perbandingan Filsafat Barat dan Islam ( Nor Rahman Khasani )


I. PENDAHULUAN
Filsafat pertama muncul di Yunani kira-kira abad ke 7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir dan berdiskusi tentang keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka. Orang yang mula-mula sekali menggunakan akal secara serius adalah orang Yunani yang bernama Thales (624-546 SM), orang inilah yang digelari Bapak Filsafat.[1] Filosof-filosof Yunani berikutnya yang populer ialah: Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Ada sebagian yang mengatakan bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah komentar-komentar karya Plato. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
Banyak pendapat bahwa filsafat lahir dari Yunani, namun ada juga yang mengatakan bahwa filsafat dimulai dari Islam. Ada lagi yang berpendapat asal mula filsafat dari gabungan keduanya. Filsafat Islam tidak dapat dipisahkan dari filsafat Yunani kuno sebagai awal munculnya sejarah perkembangan filsafat. Filsafat Islam memiliki kisah tersendiri dalam sejarah perkembangannya, dan filsafat Barat juga memiliki riwayat yang berbeda dalam perjalanan sejarah mereka.
Pemikiran yang mendalam untuk mencari kebenaran merupakan hakekat dari filsafat, maka filsafat sangat perlu untuk dipelajari agar dapat memahami persoalan pemikiran yang sedang berkembang. Studi filsafat dapat membantu dalam membangun keyakinan keagamaan berdasarkan kematangan intelektualitas. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal kepercayaan tersebut tidak bergantung pada konsepsi pra ilmiah yang usang, sempit dan dogmatis. [2]
Tokoh filsafat Islam maupun filsafat Barat memiliki peran besar dalam mempengaruhi perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan berikutnya. Maka hal ini sangat perlu untuk mempelajari tokoh-tokoh keduanya sekaligus membandingkan untuk memahami buah pemikirannya. Menurut Zubaidi tokoh filsafat Barat antara lain Rene Descartes, David Hume, Imanuel Kant, Hegel, dan lain-lain.[3] Kemudian Harun Nasution mengatakan bahwa filosof Islam yang pertama muncul di abad ke-9 M adalah Al-Kindi, ar-Razi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan lain-lain. [4] Dalam makalah ini akan di bahas perbandingan antara filsasafat Barat dan filsafat Islam dan pemikirannya


II. PEMBAHASAN
A. Konsep-konsep Filsafat
Filsafat berasal dari kata arab yang berhubungan erat dengan kata Yunani, bahkan memang asalnya dari kata Yunani yaitu, philosophia. Dalam bahasa Yunani kata philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri atas philo dan sophia; philo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu; sophia artinya kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Definisinya, filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab sedalam-dalamnya dari segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. [5]
Plato menyatakan bahwa filsafat ialah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli, dan bagi Aristoteles filsafat adalah ilmu yang mencari kebenaran pertama, segala yang maujud dan ilmu segala yang ada yang menunjukkan adanya penggerak pertama.[6]
Bagi Al-Farabi filsafat adalah pengetahuan tentang alam ujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Al-Kindi berpendapat filsafat merupakan pengetahuan tentang hakekat segala sesuatu, dan ini mengandung teologi (al-rububiyah), ilmu tauhid, etika dan seluruh ilmu pengetahuan yang bermanfaat.[7] Ibnu Sina mengaitkan filsafat dan kesempurnaan diri: filsafat adalah penyempurnaan jiwa manusia melalui pengkonsepsian hal ihwal dan penimbangan kebenaran-kebenaran teoritis dan praktis dalam batas-batas kemampuan manusia. [8]
Dari berbagai keterangan di atas bisa dikatakan bahwa "filsafat" adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis, untuk mencari hakekat kebenaran sesuatu, baik dalam logika, etika maupun metafisik. Untuk itu studi falsafi mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, dan couriousity 'ketertarikan'
B. Filsafat Barat
Mempelajari filsafat barat tidak lepas dari arah pembicaraan filsafat secara histories, yaitu kajian yang ditinjau dari sejarah. Ini dapat dilakukan dengan cara membicarakan tokoh demi tokoh menurut kedudukannya, maupun pokok-pokok pikiran dan ajarannya. Mempelajari filsafat barat dapat pula dengan membagi periode sejarah filsafat menjadi tiga bagian yaitu, filsafat kuno (ancient philosophy), filsafat abad pertengahan (middle philosophy) dan filsafat abad modern (modern philosophy).
Ada tiga hal penting dalam kajian manusia sebagai bagian dari peradaban filsafat yaitu, indera, akal, dan hati. Yang dimaksud akal di sini adalah akal yang logis dan rasional, sedangkan hati adalah rasa. Akal itulah yang menghasilkan filsafat, sedangkan hati menghasilkan pengetahuan supralogis yang disebut pengetahuan mistik; iman termasuk di sini. Perseteruan antara akal dan hati, rasio dan iman antara filsafat dan agama selalu melatarbelakangi perkembangan budaya manusia hingga sekarang. Namun secara umum ciri filsafat Yunani adalah rasionalisme.[9]
Zaman Yunani Kuno
Zaman Yunani Kuno di pandang sebagai zaman keemasan Filsafat, karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya.[10] Tokoh-tokohnya yang populer antara lain Thales, Phytagoras, Socrates, Democritus, Plato, Aristoteles.
Pada masa awal Thales dan beberapa kawannya, akal mulai menonjol dominasinya. Filsafat Thales belum sepenuhnya akal, di dalam argumennya masih terlihat adanya pengaruh kepercayaan ada mithos Yunani. Phytagoras dalam argumennya tentang angka-angka juga belum murni akal, ordonya yang pantang beberapa jenis makanan merupakan indikator bahwa dia masih dipengaruhi oleh kepercayaan dalam berfilsafat.
Pada zaman ini manusia adalah ukuran kebenaran, dan semua kebenaran bersifat relatif. Maka hal ini berakibat timbulnya kekacauan, yaitu kekacauan kebenaran. Tidak adanya ukuran yang dapat berlaku umum tentang kebenaran, merupakan penyebab kekacauan. Akibatnya semua teori sains diragukan, semua akidah dan kaidah agama dicurigai sehingga manusia zaman itu telah hidup tanpa pegangan, kemudian munculah Socrates.
Misi Socrates menghentikan pemikiran yang menganggap bahwa semua kebenaran itu relatif dengan cara meyakinkan orang Athena terutama para filosof dan hakim sofis bahwa tidak semua kebenaran itu relatif, ada kebenaran umum, yaitu kebenaran yang dapat diterima oleh semua orang. Inilah pengertian umum yang merupakan temuan Socrates terpenting. Plato, murid Socrates memperkuat pendapat gurunya; kebenaran umum memang ada, namanya idea. Idea itu telah ada sebelum manusia ada; ia ada di dalam idea. Aristoteles juga berpendapat demikian bahwa kebenaran umum ada, namanya definisi.
Kurang lebih 300 tahun sejak meninggalnya Socrates pada masa helenisme di ujung tarikh Masehi, menjelang neo-Platonisme, filsafat semakin berkurang dominasinya. Pada Abad Pertengahan agama yang menang mutlak, akal kalah total. [11]
Abad Pertengahan
Abad pertengahan dimulai sejak Plotinus (204-270 M), pengaruh agama Kristen semakin besar; filsafatnya bersifat spiritual. Dia adalah filosuf pertama yang mengajukan teori penciptaan alam semesta. Teorinya yang sangat terkenal yaitu tentang emanasi (melimpah), yang merupakan jawaban pertanyaan Thales; apa bahan alam semesta ini, Plotinus menjawab: bahannya Tuhan. Ajaran Plotinus disebut Plotinisme atau neo-Platonisme karena erat dengan ajaran Plato yang teosentris. Tujuan filsafat plotinus adalah tercapainya kebersatuan dengan Tuhan. Caranya mengenal alam melalui indera dengan ini akan mengenal keagungan Tuhan, kemudian menuju jiwa dunia setelah itu menuju jiwa Ilahi. [12]
Pada abad pertengahan didominasi para filosuf seperti Plotinus, Augustinus, Anselmus, kemudian Aquinas. Potensi manusia yang diakui pada zaman Yunani diganti dengan kuasa Allah. Ia mengatakan bahwa kita tidak perlu dipimpin oleh pendapat bahwa kebenaran itu relatif. Kebenaran itu mutlak, yaitu ajaran agama. Praktis pada abad pertengahan ini filsafat dikuasai oleh semangat kepercayaan Kristen.
Para ilmuwan pada masa ini hampir semuanya Theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau dengan kata lain kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah ancilla theologia, abdi agama. [13]
Zaman Modern
Pada dasarnya corak filsafat modern mengambil warna pemikiran filsafat sofisme Yunani, paham-paham yang muncul garis besarnya rasionalisme, idealisme, empirisme dan paham-paham yang merupakan pecahan itu. Sebelumnya didahului dengan masa renaissance, yaitu menghidupkan kembali rasionalisme Yunani, individualisme, humanisme, lepas dari pengaruh agama dan lain-lain. Paham rasionalisme mengajarkan bahwa akal adalah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting sebagai pendukung rasionalisme: Descartes, Spinoza dan Leibniz.
Descartes (1596-1650) membawa metode cogito-nya (aku berpikir). Pengetahuan yang clear and distinct (jelas dan pasti) pada descartes ini diambil Spinoza dengan nama adequate ideas, dan pada Leibniz truths of reason. Oleh karena itu konsep sentral dalam metafisika Descartes adalah substansi dan definisi, yang sesungguhnya sudah ada pada Aristoteles. Bahwa sesuatu untuk ada tidak memerlukan yang lain (bila adanya karena yang lain, berarti substansinya kurang meyakinkan).[14]
George Barkley (1685-1753) menyatakan bahwa hakekat obyek-obyek fisik adalah idea-idea. Argumen orang-orang idealis mengatakan bahwa objek-objek fisik tidak dapat dipahami terlepas dari spirit. Tokoh idealisme berikutnya adalah Fichte, Schelling dan Hegel. Filsafat, menurut Fichte haruslah dideduksi dari satu prinsip. Prinsip tersebut ada di dalam etika; bukan teori melainkan praktek yang menjadi pusat disekitarnya kehidupan diatur, dan unsur esensial dalam pengalaman adalah tindakan, bukan fakta. [15] Dalam pandangan Schelling realitas adalah identik dengan pandangan berevolusi secara dialektis. Kita dapat mengetahui dunia secara sempurna dengan cara melacak proses secara logis perubahan sifat dan sejarah masa lalu. Tujuan proses itu adalah suatu keadaan kesadaran diri secara sempurna, dia menyebutnya identitas absolut, Hegel menyebutnya ideal.
Faham Idealisme Pascal dan Kant adalah Idealisme Theist. Kant menyatakan; “Akal ada daerahnya dan hati (iman) ada daerahnya. Bila akal memasuki daerah hati, maka ia akan hilang dalam paralogisme. Sains dan agama sama-sama dapat dipegang, sama-sama diperlukan. Skeptis terhadap sains amat berbahaya; keraguan kepada agama sama juga berbahanya. Pemikiran berjalan terus”. [16]
Pada babak berikutnya beralih kepada faham empirismenya Locke, Humme dan Spencer. Yaitu suatu doktrin yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan. Locke menolak konsep bawaan (innate Idea) dan menonjolkan teori tabularasa. Demikian pula dengan Humme, semua pengetahuan dimulai dari pengalaman indera sebagai dasar yang kemudian menimbulkan suatu kesan (impression(. Lalu Spencer memperkuat empirisnya dengan filsafatnya tentang the great unknowable, bahwa kita hanya dapat mengetahui melalui fenomena-fenomena atau gejala-gejala dibelakang dasar absolut yang tidak dapat kita kenal.
Pragmatisme berarti memiliki manfaat atau berguna. Faham ini menerapkan segala sesuatu diukur berdasarkan kegunaannya. Untuk mengukur kebenaran suatu konsep, maka harus mempertimbangkan apa konsekuensi logis penerapan konsep tersebut. Tokohnya adalah William James (1842-1910), pragmatismenya hanya idea yang dapat dipraktekkan yang benar dan berguna, dia mengingkari idea Plato dan Descartes.
Tokoh berikutnya yang ikut menyemarakkan dunia filsafat pada abad modern adalah Kierkegaard dan Sartre. Menurut Kirkegaard filsafat tidak merupakan suatu sistem, tetapi suatu pengekspresian eksistensi individual. Bereksistensi adalah bertindak. Tidak ada oranglain yang dapat menggantikan tempat saya untuk bereksistensi atas nama saya. [17] Maka fahamnya dinamakan filsafat eksistensialisme. Pada perkembangannya Kierkegaard dan Sartre meninggalkan agama alias atheis.
FILSAFAT ISLAM
Filsafat Islam terdiri dari dua kata. Filsafat diartikan sebagai berpikir bebas, radikal dan dalam dataran makna. Bebas artinya tidak ada pikiran yang menghalangi bekerja. Sedangkan kata Islam, secara semantik berasal dari kata salima artinya menyerah, tunduk dan selamat. Jadi pada hakikatnya adalah berpikir yang bebas, radikal dan berada pada taraf makna yang memiliki sifat, corak dan karakter yang menyelamatkan dan memberikan kedamaian hati. [18]
Filsafat Islam tumbuh oleh dua lingkungan yang hidup sezaman yang sama-sama meletakkan sendi-sendi kajian rasional Islam. Menurut Madkour pertama, lingkungan kaum penerjemah yang memasok dunia Islam dengan buah pemikiran klasik baik Timur maupun Barat. Kedua, lingkungan sekte teologis Islam, khususnya Muktazilah. [19]
Filsafat Islam mengalami masa gemilang mulai abad ke-8 sampai abad ke-13. Pada masa ini berkembang penerjemahan ke dalam bahasa arab karya-karya filosof Yunani atas dorongan khalifah-khalifah Bani Abbasiah, yaitu; Al-Mansyur, Harun Al-Rasyid, kemudian Al-Makmun. Berdirilah Perguruan Bait al Hikmah selain sebagai pusat penerjemahan, juga menjadi pusat pengembangan filsafat dan sains.
Kontak pertama orang Islam dengan Ilmu Pengetahuan dan filsafat Yunani adalah pada saat Khalifah Harun Al Rasyid mengirimkan orang-orang Islam ke Kerajaan Romawi di Eropa. Harun Nasution mengatakan;
“Orang-orang dikirim ke Kerajaan Romawi di Eropa untuk membeli manuskrip. Pada mulanya yang dipentingkan adalah buku-buku mengenai kedokteran, tetapi juga mengenai ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan lain dan falsafat. Buku-buku itu diterjemahkan dulu ke dalam bahasa Syria, bahasa ilmu pengetahuan di Mesopotamia di waktu itu, kemudian baru ke dalam bahasa arab. Akhirnya penerjemahan langsung ke dalam bahasa Arab”. [20]
Berkembangnya pengetahuan dalam Islam karena kebebasan para intelektual muslim dalam menekuni bidang penelitian, bahkan khalifah menyediakan sarana perpustakaan maupun laboratorium-laboratorium untuk penemuan suatu ilmu, dibuktikan dengan banyaknya Nizhamiyah berdiri.
Menurut Koento Wibisono, di Abad pertengahan inilah dikenal kehadiran para filsuf Arab seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rosjd dan Al-Gazali yang telah menterjemahkan karya-karya Aristoteles dan membawanya ke Cordova, yang pada gilirannyadikembangkan oleh para filsuf di dunia Barat. [21]
Pemikiran Filsafat Islam telah muncul dan dikenal dalam aliran-aliran teologis (kalamiah). Sejak abad 7 sampai tahun permulaan abad 13 kajian filosofis bercampur dengan kajian-kajian teologik, bahkan hidup bersama berdampingan. Maka muncullah istilah suluk, al-Ittihad, hulul, wihdatul wujud. Ini semua bentuk-bentuk tasawuf berlandaskan pada sendi-sendi filsafat, dan teori mereka tentang al-Wujud (ontologi) dan al-Ma’rifah (epistemologi) mirip dengan teori para filosof.
Ibrahim Madkour membagi tiga lingkungan dalam dunia Islam yang menggeluti pemikiran filsafat. Pertama lingkungan aliran kalam yang mencakup Syiah dan Ahl al-Sunnah, kemudian sebagian kecil al-Khawarij, Murji’ah. Kedua, lingkungan filosof-filosof murni paripatetik Arab, dan yang ketiga adalah lingkungan kaum sufi. [22]
Pemikiran Filsafat Islam
Berbagai perbedaan yang timbul antara pemikiran yang rasional (filsafat) dengan rasa (tasauf) tidak menyebabkan ada orang Islam yang didominasi oleh pemikiran akal secara total, demikian sebaliknya tidak ada yang didominasi sepenuhnya oleh rasa (hati) seratus persen. Buktinya adalah tidak ada filosuf Islam maupun sufi yang meninggalkan iman, apalagi yang mengambil faham materialisme atau atheisme.
Mengapa demikian, karena Al Quran menghargai akal dan hati. Pertentangan akal dan hati (iman) dalam Islam pun ada tetapi tidak sehebat di Barat. Di Timur (Islam) filosof dan sufi sama-sama beriman, perbedaan mereka hanya pada visi dalam menafsirkan Kitab Suci, orang filsafat biasanya menggunakan ta’wil ke arah rasio, sementara orang-orang tashawuf juga menggunakan takwil tetapi ke arah rasa. Perkembangan ini tidak menimbulkan gejolak yang berarti di dalam Islam.
Cukup banyak ayat Quran yang menunjukkan manusia agar mempergunakan akal sebagai landasan dalam berpikir, berbuat dan berperilaku seperti kata nazara dalam S. Qaf ayat 6-7, at-Thariq ayat 6-7, al-Ghasiyah ayat 17-20, tadabbaru pada S. Shad ayat 68-69, Muhammad ayat 24, tafakkru pada S. An-Nahl 68-69, al-Jatsiyah 12-13, juga kata faqiha, tazakkara, fahima dan aqala pada surat al-Isra’ 44, al-An’am 97-98 dan at-Taubah 122. Ayat-ayat itu lebih dari 140 banyaknya. Selain itu hadis juga banyak menjelaskan perlunya akal digunakan dan dikembangkan. Di dalam hadis kata akal biasanya diungkapkan dalam kata al-Ilmu.
Dari ajaran yang memuliakan akal itu maka sekitar tahun 600-700 M obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di peradaban dunia Islam. Dalam ilmu kedokteran muncul nama-nama terkenal seperti Al-Razy (850-923) dan Ibnu Sina (980-1037), kemudian Ibnu Rushd (1126-1198) dan Al-Idrisi (1100-1166).[23]
CIRI FILSAFAT ISLAM
Filsafat Islam memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Sebagai Filsafat Religius
Topik-topik filsafat Islam bersifat religius, dimulai dengan meng-esakan Tuhan dan menganalisa secara universal dan menukik keteori keTuhanan yang tak terdahului sebelumya. Seolah-olah menyaingi aliran kalamiah Mu’tazilah dan Asy’ariyah yang mengoreksi kekurangannya dan berkonsentrasi menggambarkan Allah Yang Maha Agung dalam pola yang berlandaskan tajrid (pengabstrakan), tanzih (penyucian), keesaan mutlak dan kesempurnaan total. Dari Yang Esa ber-emanasi segala sesuatu. Karena Ia pencipta, maka Ia mencipta dari bukan sesuatu, menciptakan alam sejak azali, mengatur dan menatanya. Karena alam merupakan akibat bagi-Nya, maka dalam wujud dan keabadian-Nya, maka Ia menciptakannya karena semata-mata anugerah-Nya. [24]
2. Filsafat Rasional
Akal manusia juga merupakan salah satu potensi jiwa dan disebut rasional soul. Walaupun berciri khas religius-spiritual, tetapi tetap bertumpu pada akal dalam menafsirkan problematika ketuhanan, manusia dan alam, karena wajib al-wujud adalah akal murni. Ia adalah objek berpikir sekaligus obyek pemikiran. [25]
3. Filsafat Sinkretis
Filsafat Islam memadukan antara sesama filosof. Memadukan berarti mendekatkan dan mengumpulkan dua sudut, dalam filsafat ada aspek-aspek yang tidak sesuai dengan agama. Sebaliknya sebagian dari teks agama ada yang tidak sejalan dengan sudut pandang filsafat. Para Filosuf Islam secara khusus konsentrasi mempelajari Plato dan Aristoteles. Untuk itu mereka menerjemahkan dialog-dialog penting Plato. Republik, hukum, Themaus, Sophis, Paidon, dan Apologia (pidato pembelaan Socrates). [26]
4. Filsafat yang Berhubungan Kuat dengan Ilmu Pengetahuan
Saling take and give, karena dalam kajian-kajian filosof terdapat ilmu pengetahuan dan sejumlah problematika saintis, sebaliknya dalam saintis terdapat prinsip-prinsip dan teori-teori filosofis. Filosuf Islam menganggap ilmu-ilmu pengetahuan rasional sebagai bagian dari filsafat. Misalnya adalah buku As-Syifa’ milik Ibnu Sina yang merupakan Encyclopedia, Al-Qanun. Kemudian Al-Kindi mengkaji masalah-masalah matematis dan fisis. Al-Farabi mempunai kajian ilmu ukur dan mekanika. [27]
Para Filosof Islam adalah ilmuwan, diantara mereka terdapat ilmuwan menonjol. Selain yang telah disebut di atas misalnya, Ibnu Bajah, Ibnu Thufayl, dan Ibnu Rusyd.
AL KINDI
Hidup pada tahun 796-873 M pada masa khalifah al-Makmun, dan al- Mu’tashim. Al Kindi menganut aliran Muktazilah dan kemudian belajar filsafat. Menurut al Kindi filsafat yang paling tinggi adalah filsafat tentang Tuhan. Kata al Kindi : Falsafat yang termulia dan tertinggi derajatnya adalah falsafat utama, yaitu ilmu tentang Yang Benar Pertama, yang menjadi sebab dari segala yang benar. Masih menurut al Kindi kebenaran ialah bersesuaian apa yang ada dalam akal dan yang ada di luar akal.
Dalam alam terdapat benda-benda yang dapat ditangkap dengan panca indera. Benda-benda ini merupakan juz’iyat. Yang penting bagi filsafat bukan juz’iyat yang tak terhingga banyaknya, tetapi yang penting adalah hakikat yang terdapat dalam juz’iyat, yaitu kulliyat. [28] Kemudian filsafatnya yang lain yaitu tentang jiwa atau roh
AL FARABI
Al Farabi hidup tahun 870-950 M, dia meninggal dalam usia 80 tahun. Filsafatnya yang terkenal adalah teori emanasi (pancaran). Falsafatnya mengatakan bahwa yang banyak ini timbul dari Yang Satu. Tuhan bersifat Maha Satu tidak berubah, jauh dari materi, jauh dari arti banyak, Maha sempurna dan tidak berhajat apapun. Kalau demikian hakekat sifat Tuhan, bagaimana terjadinya alam materi yang banyak ini dari yang Maha satu?
Menurut al-Farabi alam terjadi dengan cara emanasi atau pancaran dari Tuhan yang berubah menjadi suatu maujud. Perubahan itu mulai dari akal pertama sampai akal kesepuluh. Kemudian dari akal kesepuluh muncullah berupa bumi serta roh-roh dan materi pertama yang menjadi dasar dari empat unsur: api, udara, air, dan tanah. Pada falsafat kenabian dia mengatakan bahwa Nabi atau Rasul adalah pilihan, dan komunikasi dengan akal kesepuluh terjadi bukan atas usaha sendiri tetapi atas pemberian Tuhan. [29]
IBNU SINA
Ibnu Sina lahir di Asyfana tahun 980 dan wafat di Isfahan tahun1037 M. Pemikiran terpenting yang dihasilkan oleh Ibnu Sina adalah tentang jiwa. Ibnu Sina juga menganut paham pancaran, jiwa manusia memancar dari akal kesepuluh. Dia membagi jiwa dalam tiga bagian, yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan (nafsu nabatiyah), jiwa binatang (nafsu hayawaniyah), dan jiwa manusia (nafsu natiqah).
Falsafah tentang wahyu dan nabi ia berpendapat, bahwa Tuhan menganugerahkan akal materiil yang besar lagi kuat yang disebut al-hads (intuisi). Tanpa melalui latihan dengan mudah dapat berhubungan dengan akal aktif dan dengan mudah dapat menerima cahaya atau wahyu dari Tuhan. Akal yang seperti ini mempunyai daya suci (quwwatul qudsiyah). Inilah bentuk akal tertinggi yang dapat diperoleh manusia, dan terdapat hanya pada nabi-nabi [30]
Dari beberapa kajian di atas, filosuf muslim dalam pemikirannya selalu bersandar kepada Tuhan, meskipun rasio digunakan secara bebas dan radikal namun masih terkendali oleh wahyu yang merupakan pangkal dari agama Islam.
Filosuf muslim boleh menggunakan akal untuk mengembangkan buah pikiran dalam menggali ilmu pengetahuan apa saja secara mendalam, hal itu tidak bertentangan dengan kitab suci. Bahkan pembahasan materi tidak terbatas pada ilmu fisik saja.
III. PENUTUP
KESIMPULAN
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa filsafat lahir dari Yunani, namun ada juga yang mengatakan bahwa filsafat dimulai dari Islam. Ada lagi yang berpendapat asal mula filsafat dari gabungan keduanya.
Filsafat Barat adalah hasil pemikiran radikal oleh para filosuf Barat sejak abad pertengahan sampai abad modern, sedangkan Filsafat Islam adalah berpikir bebas, radikal dan berada pada taraf makna yang mempunyai sifat, corak dan karakter yang menyelamatkan dan kedamaian hati.
Perjalanan filsafat Barat dimulai dari masa Yunani Kuno, yang terfokus pada pemikiran asal kejadian alam secara rasional. Segala sesuatu harus atas dasar logika. Kemudian masa abad pertengahan filsafat berubah arah menjadi bersifat teosentrik, segala kebenaran ukurannya adalah ketaatan pada Gereja, maka mereka banyak berasal dari kalangan pendeta (agamawan). Pada perjalanan berikutnya para pendeta dogmatis itu ditinggal para ilmuwan yang kemudian beralih pada pemikiran yang bercorak bebas, radikal, dan rasional yang realis.
Filafat Islam segala bentuk pemikiran ilmuwan muslim yang mendalam secara teoritis maupun empiris, bersifat universal yang berlandaskan Wahyu. Filsafat Islam merupakan pengembangan filsafat Plato dan Aristoteles yang telah dilandasi dengan ajaran Islam dan memadukan antara filsafat dan Agama, filsafat yang berciri religius dan berusaha sekuat tenaga memasukkan teks agama dengan akal.
Perbandingan antara filsafat Barat dan filsafat Islam adalah sebagai berikut;
Persamaannya, sama-sama berfikir radikal, bebas. Kedua-duanya menggunakan logika akal, dialektika. Kedua-duanya berfikir tentang realitas alam, kosmologi.
Perbedaanya;
  1. Filsafat Islam :
- Berfilsafat menggunakan akal dan bersandar pada Wahyu.
- Ruang lingkup pembahasannya yang abstrak maupun konkrit, fisik maupun metafisik.
- Berfilsafat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memahami realitas alam.
- Berfilsafat dimulai dengan keimanan kepada Allah
  1. Filsafat Barat
- Menggunakan rasio.
- Berpijak pada hal-hal yang konkrit
- Hanya berfilsafat.
Kejayaan Islam masa lalu merupakan bagian kehidupan sejarah umat muslim yang tidak mungkin dilupakan. Maka penting untuk direnungkan, menurut Noeng Muhadjir:
Dalam kehidupan yang semakin mengglobal ini menjadi tidak mungkin dijalankan syariat Islam menjadi konstitusi negara ketika Muslim menjadi minoritas; juga bila Islam menjadi mayoritas, dapatkan Islam menerapkan hukum syar’i Islam sebagai konstitusi negara kepada non Muslim? Karena itu berarti membatasi kebebasan individu. Perlu dibangun aturan-aturan hukum yang universal, sehingga tidak meninggalkan Al-Quran. Al-Quran memang bersifat ilahiyah, shingga jangan ditinggalkan; tetapi syari’ah merupakan produk interpretasi manusiawi, sehingga dapat diperbaharui terus.[31]
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, (Bandung: Rhosda karya, 2008), cet. XVI
Abu Bakar Atjeh, Sejarah Filsafat Islam, (Sala: Ramadani, 1982), cet. II
Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), cet. III
C.A. Qadir, Filsafat dan Imu Pengetahuan dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 1991)
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1982)
_____________, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2006), cet. 12
Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004)
M. Thoyibi (ed), Filsafat Ilmu dan Perkembangannya, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 1994)
Musa Asy’ari, Filsafat Islam, (Yogyakarta: LESFI, 1999)
Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu Telaah Sistematis Fungsional Komparatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998(
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta 1996)
Zubaidi, Filsafat Barat, (Yogjakarta: Arruz Media, 2007)

[1] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, (Bandung: Rhosda karya, 2008), cet. XVI, , hal. 1
[2] Zubaidi, Filsafat Barat, (Yogjakarta: Arruz Media, 2007), hal. 12
[3] Ibid, hal. 14
[4] Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2006), cet. 12, hal. 5
[5] Ahmad Tafsir, Ibid, hal. 9
[6] Abu Bakar Atjeh, Sejarah Filsafat Islam, (Sala: Ramadani, 1982), cet. II, hal. 8
[7] Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), cet. III, hal. 111
[8] C.A. Qadir, Filsafat dan Imu Pengetahuan dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 1991), hal. 8
[9]Ahmad Tafsir, Filsafat Umum., hal. 47
[10] Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta 1996), hal. 34
[11]Ahmad Tafsir, Ibid., hal. 65
[12]Ahmad Tafsir, Ibid., hal. 74
[13] Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, ..., hal. 41
[14]Ahmad Tafsir, Ibid., hal. 142
[15]Ahmad Tafsir, Ibid., hal. 147
[16]Ahmad Tafsir, Ibid., hal. 234
[17]Ahmad Tafsir, Ibid., hal. 222
[18]Musa Asy’ari, Filsafat Islam, (Yogyakarta: LESFI, 1999) hal. 6
[19]Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 115
[20]Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2006), cet. ke-12, hal. 4
[21]M. Thoyibi (ed), Filsafat Ilmu dan Perkembangannya, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 1994), cet. ke-1, hal. 58
[22]Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 4
[23] Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, ..., hal. 42
[24] Ibid, hal. 245
[25] Ibid, hal. 247
[26] Ibid, hal. 250
[27] Ibid, hal. 254
[28]Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2006), cet. ke-12, hal. 7
[29]Harun Nasution, Ibid, hal. 20
[30]Harun Nasution, Ibid, hal. 27
[31] Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu Telaah Sistematis Fungsional Komparatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998(, hal. 96