Jumat, April 10, 2009
Teknologi Pendidikan
ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
PERSPEKTIF AL QUR’AN DAN AL SUNNAH
Oleh: NURRAHIM
A. PENDAHULUAN
Salah satu ciri yang membedakan agama Islam dengan agama-agama lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai sumber hukum Islam yang asasi, Al Qur’an dan Al Sunnah mengajak umat Islam untuk mencari dan mendapatkan ilmu pengetahuan beserta kearifannya sekaligus menempatkan orang-orang yang berpengatahuan luas lagi beriman pada derajat yang tinggi. Dalam kitab-kitab suci non Islam (yang ada lebih dahulu dari din al Islam) tidak ditemukan kata-kata seperti akal, fikiran, pandangan atau argumentasi, ilmu, hikmah, atau apa saja yang semisal, atau yang menjadi bagian atau yang dekat sedikit saja dengan kata-kata tersebut. Beberapa ayat Al Qur’an dan Al Sunnah yang relevan akan disebutkan di dalam pembahasan masalah ini.
Ilmu pengetahuan dalam bahasa Arab sinonim dengan kata al ‘ilmu. Di dalam Al Qur’an, mufradat atau kosa kata tersebut beserta kata-kata jadiannya sangat banyak kita jumpai yang digunakan lebih dari 780 kali. Wahyu yang pertama kali turunpun menyebutkan pentingnya membaca (bisa bermakna melihat, memperhatikan, mengamati atau observasi, meneliti atau riset dan lainnya) agar manusia bisa menjadi genius yang sebelumnya ia tidak mengetahuinya.
اقراباسم ربك الدى خلق خلق الانسا ن من علق اقرا وربك الا كرم الدى
علم با لقلم علم الا نسا ن ما لم يعلم
Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”(QS. Al ‘Alaq: 1-5)
Artinya, seorang muslim tidak dibenarkan hidup dalam keadaan tidak berilmu. Rasulpun member motivasi bagi orang yang tidak berilmu pengetahuan hendaklah ia selalu belajar (menuntut ilmu), yang tidak berkesempatan belajar hendaklah ia berupaya menjadi mustami’ (pendengar setia), atau kalau tidak hendaknya ia menjadi pencinta ilmu dan pencinta orang yang berilmu; tetapi jangan sampai ia menjadi pembenci ilmu dan pembenci orang yang berilmu karena berakibat kebinasaan baginya.
Masalah klasik yang dihadapi umat Islam adalah tentang dikotomi ilmu agama dan ilmu umum sehingga muncul justifikasi tentang hukum menuntut ilmu bagi keduanya yang kurang proporsional. Padahal keduanya (ilmu agama dan ilmu umum) sebenarnya tidak dibedakan karena keduanya bagian dari Islam. Sekarang adalah mengupayakan tertujunya cita-cita kepada kesatupaduan ilmu-ilmu qur’ani dan kauni sehingga keadaan paradoksal bahwa kaum muslimin masih ketinggalan dalam sains dan teknologi dapat segera diakhiri.
Menurut Islam, ruang lingkup ilmu ada 3 (tiga), yaitu aspek metafisika (dibawa oleh wahyu; al ‘ulum al a’la), aspek humaniora, dan aspek material (semua ilmu yang dibangun atas dasar observasi dan eksperimentasi; aspek yang ditekuni orang-orang non Islam sekarang). Islam sebagai ilmu mesti tidak boleh diabaikan oleh penganutnya sehingga akan mampu mengangkat eksistensinya sebagaimana masa silam (era Abbasiyah).
Umat Islam pada masa lalu benar-benar mampu menangkap pesan moral al-Qur'an, sehingga mereka mampu mengembangkan ilmu pengetahuan yang belum pernah terpikirkan oleh peradaban sebelumnya. Mereka mampu menemukan, sesuatu yang disebut oleh Nurcholish Madjid sebagai inner dynamics al-Qur'an. Dorongan keilmuan mereka bukanlah hukum-hukum tekstual dalam al-Qur'an, melainkan suatu pemaknaan dinamis terhadap ajaran Islam yang terdapat di dalam al-Qur'an sebagai etika keilmuan Islam. Kejayaan IPTEK Islam masa lalu tersebut dapat dilihat dari berbagai karya keilmuan umat Islam masa lalu.
Ironinya adalah bahwa negara-negara Islam dan yang berpenduduk mayoritas muslim berada pada barisan terdepan negara buta IPTEK. Kondisi memprihatinkan ini dapat dilihat dari kelompok negara yang menamakan dirinya E-9, yakni Banglades, Brasil, China, India, Indonesia, Meksiko, Mesir, Nigeria, dan Pakistan, yang dapat disebut sebagai representasi dunia Islam (selain Brasil, China, dan Meksiko). Faktanya, di negara-negara tersebut ada sekitar setengah milyar orang yang buta aksara.
Berdasarkan fakta dan data di atas, muncul pertanyaan mendasar menyangkut posisi teknologi dalam Islam. Untuk menjawab persoalan tersebut, makalah ini mencoba menghadirkan diskursus IPTEK dalam perspektif Al Qur’an dan Al Sunnah, baik secara normatif, melalui teks al-Qur'an dan hadis, maupun secara historis, dengan melihat sejarah perkembangan IPTEK di dunia Islam.
Adapun masalah yang dirumuskan dalam makalah ini adalah sebagai berikut;
1. Bagaimana pandangan Islam tentang ilmu pengetahuan dan teknologi ?
2. Mengapa Islam berperan dalam menyumbangkan ilmu pengetahuan dan teknologi ?
3. Bagaimana perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia Islam ?
B. PEMBAHASAN
1. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Perspektif Islam
a. Pengertian
Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam al-Qur'an. Dari ratusan kata tersebut, menurut Quraisy Shihab, ada dua macam ilmu yang diisyaratkan di dalamnya. Pertama, Ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia, seperti diinformasikan dalam Q.S. al-Kahfi: 65. Ilmu ini dikenal dengan ilmu laduni. Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia. Ilmu ini disebut dengan ilmu kasbi. Jumlah ayat-ayat yang berbicara tentang ilmu kasbi lebih banyak dari pada ilmu laduni. Berdasarkan pembagian ilmu tersebut, secara garis besar obyek ilmu dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yakni alam non materi dan alam materi. Ada tata cara dan sarana tertentu yang dapat digunakan manusia dalam memperoleh pengetahuan dari dua obyek tersebut. Melalui penafsiran terhadap Q.S. al-Nahl: 78, Quraish Shihab menyebutkan bahwa sarana untuk memperoleh pengetahuan tersebut berupa indera pendengaran dan penglihatan, akal, serta hati. Indera dan akal dapat dikembangkan dengan metode trial and error, pengamatan, percobaan, dan tes-tes probabilitas untuk mendapatkan ilmu kasbi. Adapun hati dikembangkan dengan metode tazkiyat an-nafs guna memperoleh ilmu laduni.
Filsafat ilmu modern memiliki perspektif yang berbeda dengan konsep ilmu pengetahuan di atas. Penggunaan kata ilmu dan atau pengetahuan, dalam perspektif filsafat ilmu modern, mengacu pada dua makna. Pertama, ilmu pengetahuan dalam pengertian yang umum (scince in general). Kedua, ilmu pengetahuan dalam arti systematic knowledge. Secara umum ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui sumber-sumber pengetahuan. Sumber-sumber tersebut dapat berupa rasio, pengalaman, intuisi dan wahyu. Ilmu pengetahuan dalam arti systematic knowledge memiliki kriteria khusus, yakni berobyek (empirik), bermetode (ilmiah), bersistem (sistematis) dan bernilai universal. Kriteria khusus inilah yang menjadi parameter keilmiahan suatu ilmu pengetahuan yang kemudian, setelah revolusi industri, dikenal dengan ilmu modern.
Berdasarkan sudut pandang ini, konsep ilmu sebagaimana yang disampaikan oleh Quraish Shihab di atas, termasuk ke dalam pengertian ilmu dalam arti umum. Dalam sudut pandang filsafat ilmu modern, konsep ilmu tersebut belum dapat disebut sebagai ilmu dalam arti systematic knowledge, sebagaimana paradigma ilmu modern. Konsep tersebut baru sebatas pengetahuan umum atau pre-scientific. Penyebabnya adalah karena paradigma ilmu modern memiliki parameter khusus, yakni obyek yang empirik, tata kerja yang sistematis, dan bersifat universal. Sedangkan konsep ilmu dari Quraish Shihab, obyeknya materi dan non materi, metodologinya spekulatif, dan hanya berlaku dalam perspektif Islam saja.
Adapun kata teknologi, memiliki lebih dari satu definisi. Menurut Ensiklopedi Bebas Wikipedia, teknologi diartikan sebagai pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Dalam kamus Oxford, teknologi diartikan sebagai "the scientific study and use applied sciences". Sedangkan WordNet Dictionary, mengartikan teknologi sebagai, “the practical application of science to commerce or industry/ the discipline dealing with the art or science of applying scientific knowledge to practical problems.”
Muhammad Nuh menggambarkan definisi teknologi dengan empat esensi yang terkandung di dalamnya. Empat esensi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Teknologi terkait dengan ide atau pikiran yang tidak akan pernah berakhir, keberadaan teknologi bersama dengan keberadaan budaya umat manusia.
2. Teknologi merupakan kreasi dari manusia, sehingga tidak alami dan bersifat artificial.
3. Teknologi merupakan himpunan dari pikiran (set of means), sehingga teknologi dapat dibatasi atau bersifat universal, tergantung dari sudtit pandang analisis.
4. Teknologi bertujuan untuk memfasilitasi human endeavor (ikhtiar manusia). Sehingga teknologi harus mampu merungkatkan performansi (kinreja) kemampuan manusia.
Definisi-definisi ini menunjukkan arti bahwa teknologi, sebagaimana ilmu, juga memiliki makna luas dan makna sempit. Secara luas teknologi dapat diartikan sebagai hasil karya manusia, yang sudah ada sejak adanya peradaban manusia, terutama sejak tumbuhnya masyarakat kota pada bangsa Sumeria 5000 tahun yang lalu. Sedangkan secara sempit teknologi dikaitkan sebagai penerapan dari ilmu pengetahuan yang berkembang pasca revolusi industri, atau yang dikenal dengan teknologimodern.
Teknologi mempunyai pengertian himpunan pengetahuan manusia tentang proses-proses pemanfaatan alam yang diperoleh dari penerapan sains dalam kerangka kegiatan yang produktif-ekonomis. Sedangkan Oetarjo Diran memberikan pengertian teknologi sebagai the purposeful application of science to meet human needs or to solve problems. Teknologi merupakan penerapan pengetahuan ilmiah kealaman yang menggunakan ilmu, material dan sumber daya manusia (SDM) dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.
Dengan demikian IPTEK memiliki dua makna, yakni makna umum, berupa IPTEK yang berkembang sebelum revolusi industri, dan khusus, yaitu IPTEK pascarevolusi industri, yang dikenal dengan IPTEK modern. Dua model IPTEK ini memiliki perbedaan yang sangat tajam. Parameter IPTEK modern adalah metode ilmiah. Diterima atau tidaknya suatu IPTEK dilihat dari sesuai tidaknya prosedur kerja yang dilakukan dengan tata kerja metode ilmiah. Sedangkan parameter IPTEK umum lebih bersifat historis dan fungsional. Maksudnya adalah bahwa IPTEK tersebut dinyatakan diterima sebagai IPTEK apabila digunakan secara luas oleh masyarakat di masalampau.
Berdasarkan pengertian ini, IPTEK, dalam perpektif Islam, juga dapat dipetakan menjadi dua macam. Pertama, IPTEK dalam arti umum, yang bisa digali dari tradisi IPTEK umat Islam pada masa lalu. Diskursus IPTEK, dalam arti ini, dapat dicari dari sumber-sumber normatif Islam, yakni al-Qur'an dan hadis, dan literatur-literatur Islam klasik. Kedua, IPTEK dalam arti khusus, sebagai IPTEK modern. Kajian IPTEK ini dalam studi Islam tentunya dapat ditemukan pada literatur-literatur Islam kontemporer yang diproduksi pasca revolusi industri.
b. Tinjauan Al Qur’an DAN Al Sunnah
Abdul Rahman dari Department of Physics Gauhaty University New Delhi India menjelaskan “Allah has asked man repeatedly in about 750 verses the Holy Quran to observe an study different things of natur and also to contemplate or do researchon the law governing them. He has also given hints to make effort for getting benefit from the natural bounties through technology. Allah has given different things of world for the benefitof the people.
Pada tahun 1930-an Syeh Jauhari Thonthowi di dalam tafsirnya al-Jawahir menggugat dengan menyebutkan bahwa ulama menghabiskan waktu, tenaga dan materi hanya untuk urusan fikih dan mengabaikan ayat-ayat kauniyah. Padahal ayat-ayat hokum di dalam al-Quran hanya sekitar 150 ayat sementara ayat kauniah sekitar 750 ayat. Dus, ayat kauniyah lima kali lebih banyak dari ayat hukum.
Ada sebagian orang dengan serampangan berargumen bahwa tidak tumbuh dan berkembangannya sains di dunia Islam disebabkan kemiskinannya. Alasan ini jelas sangat lemah. Tidak sedikit di antara negara-negara Islam memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah, sehingga sulit dikatakan negeri muslim sebagai negeri miskin. Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization (ISESCO) pada tahun 2000 melaporkan, sebanyak 57 negara Islam yang tergabung dalam OKI memiliki sekitar 1,1 miliar penduduk atau 20 persen penduduk dunia mendiami wilayah seluas 26,6 juta kilometer persegi, dan menyimpan sebanyak 73 persen cadangan minyak dunia.
Knowledge is power demikian pernyataan tokoh modernisme Francis Bacon. Amerika, Eropa dan Jepang sampai saat ini menjadi kiblat kemajuan dunia karena sains dan teknologinya. Taiwan dan Korea merupakan dua negeri industri baru sedangkan Cina dan India dikenal luas sebagai kandidat kekuatan pemimpin baru ekonomi dunia dua dasawarsa mendatang. Negara-negara tersebut adalah negara yang mengembangkan sains fundamental dan kemudian terapannya secara konsisten.
Israel negeri yang sangat kecil menjadi sangat digdaya karena kemampuannya dalam sains dan teknologi, 16% pemenang nobel fisika dan kedokteran adalah ilmuwan berdarah Yahudi. Sekitar 200 peluru berhulu ledak nuklir dimiliki oleh negeri ini. Sementara Iran yang baru dikucilkan oleh PBB dengan resolusi 1747 baru bisa membuat satu senjata nuklir sepuluh tahun lagi.
Berikut beberapa contoh ayat Al Qur’an yang bersifat kauniyah :
1) Alam diciptakan dalam enam masa (QS 32:4)
2) Bumi diciptakan dalam dua masa (QS 41:9)
3) Penciptaan tujuh langit dalam dua masa (QS 41:12)
4) Awan dikirim ke bumi yang tandus (QS 32: 27)
5) Teknologi pembuatan baju besi dikuasi nabi Daud as (QS 34:10-11)
6) Rekayasa angin dan tembaga cair dikuasai nabi Sulaiman as (QS 34:12)
7) Sains dan rekayasa angin (QS 38:36; 41:16)
8) Dinamika udara dan awan (QS 35:9)
9) Pola air laut (QS 35:12)
10) Kesetimbangan langit dan bumi (QS 35:41)
11) Penciptaan pasangan materi-antimateri (QS 36:36, 42:11)
12) Dinamika benda langit (QS 36:38-40)
13) Perkapalan (QS 36:41-43; 42:33-34)
14) Relasi kapal laut dan gunung (QS 42:32)
15) Pola garis putih, merah dan hitam pekat di antara gunung (QS 35:27)
16) Materi-materi di langit, bumi dan antaranya (QS 42:12).
17) Api dari kayu hijau (QS 36:80)
18) Suluh api (QS 37:10)
19) Rahasia dan kekuatan petir (QS 41:13)
20) Fertilasi tanaman dan manusia (QS 41:47)
Segala sesuatu selain Allah adalah alam—termasuk kita sendiri sebagai subjek yang menyadari keberadaan mereka. Di situ ada daratan, lautan, pegunungan, sungai-sungai, danau-danau, hutan belantara, berbagai binatang, berbagai tanaman dan pepohonan yang tercakup dalam sebuah planet bernama ‘Bumi’. Bumi dikelilingi sebuah satelit alami bernama ‘Bulan’. Selain itu, bumi juga memiliki banyak rekan sejawat: Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto dan mungkin ada lagi planet yang belum diketahui, puluhan satelit alami yang mengelilingi mereka, planetoid-planetoid, asteroid-asteroid, komet, meteor, dan debu-debu angkasa. Bumi, bulan, dan mereka semua bersama-sama mengelilingi sebuah bintang sedang dengan sinar yang kekuning-kuningan bernama ‘Matahari’.
Ternyata, matahari juga memiliki rekan sejawat yang demikian banyak, mencapai miliaran jumlahnya. Mereka pun bersama-sama mengelilingi sebuah bintang raksasa di pusatnya. Bintang pusat tersebut diperkirakan besarnya 100.000 kali besar matahari. Mereka membentuk suatu sistem berbentuk cakram yang luar biasa menakjubkan bernama ‘Bimasakti’. Tidak cukup sampai di situ, Bimasakti juga punya rekan-rekan sejawat yang demikian banyak. Mereka bersama-sama mengelilingi sebuah bintang super raksasa di pusat kelompok galaksi. Dan sistem itu juga memiliki rekan-rekan sejawat yang juga sangat banyak. Mereka bersama-sama mengelilingi sebuah bintang hiper raksasa di pusat kelompok sistem itu. Dan tak habis sampai di situ, ternyata mereka juga memiliki rekan sejawat yang juga sangat banyak, dan mereka pun mengelilingi sebuah bintang yang secara fisik lebih besar lagi. Dan demikian seterusnya sampai tujuh kali tingkatan. Ini akan menuntut peralatan eksperimen (teleskop) yang lebih kuat lagi di masa-masa yang akan datang.
Demikianlah sistem semesta yang telah dijelaskan Allah dalam ayat: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. 2:29)”.
Hal yang sama akan kita dapatkan kalau kita menilik ke bawah. Fisikawan yang reduksionis meyakini bahwa wujud dan lingkungan kita di Bumi (dan di luar Bumi) tersusun atas unit-unit kecil materi yang disebut partikel elementer. Pada zaman Yunani, Democritus mengklaim bahwa atom adalah partikel elementer yang dimaksud. Misalnya Anda melihat miniatur kastil dari pasir yang dibuat para wisatawan di pinggir pantai Kuta. Apabila Anda memandangnya dari jauh, seolah-olah ia terlihat padat, kokoh, dan tak bercelah. Tapi apabila Anda perhatikan lagi baik-baik dari jarak yang cukup dekat, maka Anda akan mendapati bahwa kastil tersebut tersusun atas butir-butir kecil pasir pantai.
Sekarang ambillah satu butir pasir saja. Meskipun kita sudah melihatnya sedekat mungkin, ia tetap terlihat seperti pasir yang kompak, tapi sebetulnya ia pun tersusun atas molekul-molekul yang lebih halus lagi. Molekul-molekul itu juga tersusun atas atom-atom yang jauh lebih halus lagi. Nah, menurut Demokritus, atom adalah penyusun pasir yang paling kecil dan tidak dapat dibagi lagi.
Fisikawan tidak mau percaya begitu saja dengan spekulasi Democritus. Mereka lalu merancang peralatan untuk membantu meramalkan tersusun atas apakah atom-atom itu. Hasilnya diketahui bahwa atom ternyata tersusun atas inti yang dikelilingi elektron-elektron. Sejauh ini elektron disepakati sebagai zarah yang elementer, namun dalam berbagai percobaan, inti ternyata bisa dipecah lagi menjadi hadron-hadron yang disebut proton dan neutron. Dengan peralatan yang lebih canggih lagi, neutron ditembakkan dari sebuah sumber menuju target. Ketika ia menumbuk target, terdeteksilah beberapa partikel yang lain: proton, elektron, neutrino, dan sebagainya.
Kecanggihan teknologi di era modern telah menciptakan peralatan eksperimen yang luar biasa: akselerator berputar atau sinklotron. Pada sepanjang abad 20 dan 21, CERN dan lembaga-lembaga riset lain di Amerika dan Eropa telah membangun alat seperti ini. Hasilnya, atom telah dipecah-pecah menjadi ratusan zarah subatom. Dengan bekal SDM dan dana yang sangat besar, yang di tanggung berbagai negara maju di dunia, CERN membangun sinklotron terbesar di planet. Peralatan paling mutakhir dibangun di perbatasan Swiss dan Perancis adalah sebuah akselerator raksasa sepanjang 27 km bernama Large Hadron Collider (LHC). LHC akan digunakan untuk memburu partikel bernama boson Higgs, yang diduga memberi massa semua partikel. Ia dikatakan sebagai partikel terakhir yang akan menjawab semua problem fisika.2
Beberapa orang mungkin meragukannya, apakah boson Higgs benar-benar terakhir? Suatu masa di abad-abad mendatang, kita akan semakin teliti dalam memecah partikel subatom. Kalau kita menilik Alquran, pertanyaan ini akan segera terjawab. Alquran menyatakannya dalam ayat: “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu (QS. 65:12)”.
Alquran secara eksplisit mengemukakan bahwa bumi (materi yang bisa diamati di bumi) tersusun atas tujuh lapis seperti pula lapisan-lapisan langit. Dengan peralatan yang semakin canggih dan semakin berenergi, kelak manusia akan terus memecah-mecah zarah-zarah yang menyusun bumi hingga ditemukan zarah paling kecil pada pemecahan yang ketujuh. Misalnya saja apabila Anda mengambil sebutir batu kerikil, maka ia bisa kita haluskan sampai tujuh tingkat energi. Tingkat energi pertama akan memecah batu itu menjadi molekul-molekul (unsur dan senyawa), tingkat energi kedua akan memecah molekul-molekul itu menjadi atom-atom, tingkat energi ketiga akan memecah atom-atom menjadi inti dan elektron-elektron, tingkat energi keempat akan memecah inti-inti menjadi hadron-hadron (proton, neutron, dan lain-lain), tingkat energi kelima akan memecah hadron-hadron menjadi kuark, tingkat energi keenam akan memecah kuark-kuark menjadi zarah yang lebih elementer lagi, dan tingkat energi ketujuh akan memecahnya menjadi zarah-zarah yang lebih elementer lagi.
Salah satu nama surat dalam al Qur’an adalah an Nuur yang berarti “cahaya” (lihat gambar 1). Cahaya bukan merupakan fenomena aneh dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi yang sudah mempelajari IPA dari sejak SD, telah mengerti sifat-sifat cahaya ini. Lalu al Qur’an memuat surat “cahaya”, apa keistimewaannya?dalam Qur’an surat an Nuur : 35 disebutkan: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Ternyata disebutkan bahwa cahaya berlapis-lapis/bertingkat (lihat gambar 2). Dalam fisika telah dimaklumi bahwa cahaya putih dari sinar matahari jika dilwatkan pada sebuah prisma akan terurai menjadi warna-warni seperti pelangi. Warna-warni ini menunjukkan spektrum cahaya sekaligus tingkat energinya. Semakin ke arah warna merah, energinya semakin tinggi. Jika cahaya memasuki air laut, maka uraian warna tadi (pelangi) tersebut akan hilang satu persatu sesuai tingkatannya. Pada kedalaman tertentu, warna merah tidak bisa menembus lagi, sementara warna lainnya masih terus masuk ke dalam air. Begitu seterusnya sampai warna terakhir yang masuk ke kedalaman tertentu secara berurutan ke warna violet.
Fenomena ini cukup jelas bagi kita bahwa cahaya memiliki tingkatan seperti disebutkan dalam al Qur’an. Makna tersembunyi lainnya adalah bahwa pernyataan al Qur’an (an Nuur : 40) tentang adanya lapisan dalam lautan tidak pula dipungkiri. Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun.
Karakter lainnya dari cahaya adalah memiliki massa diam m0 = 0. Ini berarti bahwa cahaya tidak memiliki energi jika dalam keadaan diam. Energi cahaya dapat dinyatakan dengan perkalian frekuensinya dengan konstanta Planck (h), jadi E = hf dengan f = frekuensi cahaya. Dengan kata lain, cahaya tidak pernah diam kapanpun. Sifat cahaya ini tidak lain adalah sifat Allah Swt, yaitu Nur ‘alan Nuur. Dalam ayat lain (ar Rahmaan: 29), Allah senantiasa dalam keadaan menciptakan, menghidupkan, mematikan, memelihara, memberi rezki dan lain lain.
Allah tidak pernah tidur, Dia selalu sibuk, bergerak, berinovasi, menciptakan baik benda langit dan makhluk hidup di bumi selalu mengalami perubahan karena kehendak Allah. Sifat cahaya yang tidak pernah diam ini merupakan sifat Allah. Jika cahaya diam, berarti tidak memiliki energi, tidak memiliki kreativitas (daya cipta), tidak memiliki inovasi. Ini bertentangan dengan sifat Allah yang Maha Pencipta.
Hasil penelitian Astro-Fisika terbaru menunjukan bahwa di langit selalu tercipta bintang-bintang baru dalam bentuk Asap, asap-asap ini membentuk jaringan materi antar galaksi, menggumpal, membentuk bintang-bintang baru, seterusnya sampai wujud bintang yang kita lihat setiap malam. Surat Fushshilat : 11 menjelaskan: Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati.”
Ayat di atas menunjukkan bahwa kepatuhan langit ini diimplementasikan dalam bentuk taat azas berupa tetapnya Hukum-Hukum Alam di Jagad Raya ini. Sedikit saja terjadi pergeseran/melenceng dari Hukum Alam yang ada, dapat dibayangkan benda-benda langit akan keluar dari garis edarnya. Begitu pula, sedikit saja frekuensi cahaya tampak digeser ke arah tinggi atau rendah, maka hal-hal yang indah dalam penglihatan kita, bisa terhapus selamanya.
Manusia hanya bisa melihat pada frekuensi cahaya tampak, di luar rentang frekuensi ini, cahaya tidak dapat dilihat. Frekuensi diluar rentang cahaya tampak adalah sinar X, sinar gamaa, infra merah, gelombang radio, dan lainnya. Kesemuanya, termasuk cahaya merupakan gelombang elektromagnetik (GEM). Meskipun tidak terlihat, cahaya/sinar-sinar (GEM) ini semua bermanfaat bagi manusia, seperti penggunaan Rontgen dalam kedokteran, komunikasi radio dan lainnya.Ada banyak hal dalam Qur’an terkait dengan Sains-Tekno yang belum kita gali. Satu ayat mungkin bisa menjadi inspirasi dalam perkembangan Sains-Teknologi dan sebaliknya pula kita dapat menjelaskan ayat Qur’an lewat Sains-Tekno.
Dalam hadis juga dijelaskan berbagai hal tentang ilmu pengetahuan dan teknologi. Misalnya sabda-sabda nabi seperti "Pungutlah olehmu hikmah (ilmu pengetahuan), dan tidak akan membahayakan bagi kamu dari bejana apapun hikmah itu keluar", "Hikmah adalah barang hilangnya seorang beriman, karena hendaknya ia memungutnya dimanapun diketemukannya", "Carilah ilmu meskipun di negeri Cina", ataupun ungkapan sahabat Ali bin Abu Thalib, "Perhatikanlah apa yang dikatakan orang dan jangan perhatikan siapa yang mengatakan." Berdasarkan pada etos dan dorongan semangat tersebut, umat Islam masa lalu mampu berkembang menjadi umat yang kreatif dan ber-IPTEK tinggi.
Mengacu pada uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kajian IPTEK dalam al-Qur'an lebih bersifat substantif-naturalistik. Tidak ada kajian khusus tentang IPTEK, dalam arti history of scientific progress, dalam al-Qur'an dan hadis. Kajian yang terdapat di dalamnya hanya sebagai respon atas persoalan natural yang dihadapi oleh umat pada masa pewahyuan. Kajian tersebut tercermin dalam berbagai gagasan tentang etos keilmuan sebagaimana konteks sejarah pada waktu itu. Quraish Shihab menyebutnya dengan istilah social psychologi.
Gambar 1. Cahaya Gambar 2. Warna
2. Sumbangan Islam dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Selama jaman keemasan Islam berlangsung sekitar 700 tahun, Islam telah memberikan sumbangan dasar dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak cendekiawan Muslim yang dilahirkan pada masa keemasan Islam tersebut dengan berbagai karyanya. Dr. A. Rahman dari New Delhi menjelaskan demikian :”during the glorious period of Islamic civilitation which continued about seven hundred years, from about 700 A.D. to 1500 A.D., Islamic science and technology flourished, many great muslim scientists who ushered a new horizon of science were born during this period. Some of them are : Jabir ibn Haytim, Abu Bakar ibn Zakaria, Ibnu al Haytam, Al Beruni, Abu Sin (Abisina) and many others.”
Para khalifah pada masa Abbasiyah telah memberikan perhatian besar terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi dengan mengadakan beberapa riset. Didirikannya berbagai perguruan tinggi, rumah sakit, sekolah, observatorium. Khalifah Al Makmun dan Harun al Rasyid misalnya, telah memfokuskan perhatiannya dalam pengembangan sainstek dengan didirikannya lembaga riset Bait al Hikmah (House of Wisdom).
Kontribusi Islam bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu besar saat dunia barat sedang berada pada masa kegelapan (the dark period). Beberapa cendekiawan dibidangnya bisa kita lihat misalnya :
a. Bidang Matematika
Al Hawarism (210 H/875 M), Abu Ja’far Muhammad ibn Musa, Umar Khayyam (526 H/1131 M), Al Battani (317 H/929 M), Abu Wafa (388 H/929 M) dan lainnya.
b. Bidang Astronomi
Ibn al shatir, dan Al Khalili dengan penentuan arah kiblat Makkah.
c. Bidang Fisika
Ibn al Haytam (430 H/1039 M), Al Biruni (973 H/1048 M).
d. Bidang Kimia dan Industri
Jabir ibn Hayyan, Abu bakar ar Razy, Al Kindi
Ada beberapa hasil ilmu pengetahuan yang telah difungsikan bagi kepentingan umum semisal bidang pengairan, konstruksi bangunan, teknologi militer, ilmu kelautan, industry tekstil, pertanian, teknologi makanan dan lainnya.
Namun sekarang kemajuan dan teknologi telah beralih ke dunia barat. Ketika berbicara tentang hal ini, tidak jarang muncul semacam keminderan tentang kontribusi Islam dalam peradaban kontemporer sekarang ini. Ini adalah realitas sejarah yang harus diterima sebagai suatu kenyataan, bahwa Islam memiliki kontribusi yang kecil, untuk tidak mengatakan tidak ada, dalam era teknologi canggih sekarang ini.
Meskipun demikian, kalau IPTEK diletakkan sebagai sesuatu yang berproses, maka ada realitas yang berbeda yang dapat diungkap. Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, IPTEK tidak lahir di Barat melalui revolusi industrinya. IPTEK, secara umum, sudah ada sejak adanya peradaban manusia. Barat, dengan tanpa menafikan keberhasilannya dalam membangun peradaban IPTEK, hanya berperan mengembangkan IPTEK yang telah ada pada peradaban sebelumnya.
Kebanyakan ahli sejarah memang menggambarkan abad pertengahan sebagai periode yang sangat gelap dalam sejarah umat manusia. Tetapi ungkapan ini merupakan pandangan subyektif yang timbul karena pemusatan eksklusif pada sejarah peradaban Barat saja. Zaman kegelapan tersebut hanyalah zaman kegelapan Eropa, bukan zaman kegelapan seluruh umat manusia. Kenyataannya, pada saat bangsa Eropa disibukkan dengan pembakaran ahli-ahli sihir dan penyiksaan para penyimpang agama, peradaban Islam berada pada puncak kecemerlangannya.
Data-data yang disusun oleh Engku Ahmad Zaki Engku Alwi berikut ini dapat digunakan sebagai tambahan data untuk memotret kekayaan IPTEK Islam pada masa itu:
a. Seorang ulama bernama Ibnu Rusta terkenal sebagai ahli astronomi dengan bukunya yang banyak membahaskan secara sistematik geografi matematik dan astronomi di samping mengemukakan teori ahli astronomi Arab, Yunani dan India.
b. Ulama lain yang bernama bernama Muslim al-Farghani adalah seorang pakar Astronomi berasal dari Faraghna, Uzbekistan. Beliau mengarang kitab al-Kamil fi al-Asturlab yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa latin dengan judul Compendium sehingga menjadi rujukan utama di seluruh pelosok Eropa.
c. Al-Raihan Muhammad bin Ahmad yang terkenal dengan julukan al-Biruni, di kalangan orientalis, dianggap sebagai tokoh ilmuwan terbesar dan seorang experienmentalis ilmu yang tekun pada abad pertengahan Islam. Beliau menguasai dengan baik bidang matematik, kedoktoran ,farmasi ,astronomi dan fizika. Al Biruni juga dikategorikan sebagai ahli sejarah, geografi, kronologi, bahasa serta seorang pengkaji mengenai adat istiadat dan sistem kepercayaan. Beliau juga seorang ulama Islam.
d. Dalam bidang kedokteran, Islam melahirkan seorang tokoh terkenal, yaitu Abu Kassim al-Zahrawi, sebagai seorang dokter dan ahli bedah Muslim. Beliau juga dikenali Barat dengan nama Abulcasis. Di bidang kedoktoran, al-Zahrawi dianggap sebagai perintis ilmu pengenalan penyakit (diagnosis) dan cara penyembuhannya (the rapeutif) penyakit telinga. Dia juga merintis pembedahan telinga untuk mengembalikan fungsi pendengaran. Bukan sekadar itu, al-Zahrawi juga memelopori pengembangan ilmu penyakit kulit (dermatologi). Di samping itu, ia juga terkenal sebagai doktor gigi. Al-Zahrawi mengarang buku ensiklopedia perobatan yang berjudul Al-Tasrif Liman Anjaza al-Ta’lif (Medical Vademecum) yang menerangkan dan melukiskan dengan jelas diagram tidak kurang dari 200 peralatan pembedahan. Ensiklopedia itu, saat ini menjadi rujukan utama bidang kedokteran di perguruan tinggi Eropa.
e. Nama berikutnya adalah Abu Ali al-Husain bin Abdullah bin Hasan Ali ibnu Sina. Ulama, yang di Barat dikenal sebagai Aviccena ini, mendalami semua jenis cabang ilmu dalam usia yang muda hingga beliau dapat menguasai bidang logika, matematika, fizika, politik, kedoktoran dan filsafat di samping ilmu agama. Ibnu Sina mengarang lebih 276 buah buku yang meliputi berbagai bidang ilmu seperti filsafat, geometri, kedoktoran, astronomi, musik, sastra, teologi, politik, matematika, fizika, kimia, kosmologi dan sebagainya. Diantara karya terbesarnya ialah Al-Qanun fi al-Tibb, yang merupakan himpunan segala disiplin ilmu. Buku ini kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul Canon of Medicine, dan menjadi rujukan utama dalam bidang kedokteran. Buku lainnya ialah al-Syifa, yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris, The Book of Discovery, dalam 18 jilid.
f. Seorang lagi tokoh ulama yang terkenal dalam bidang kedokteran ialah Abu al Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rushd yang terkenal di Barat dengan gelaran Averroes. Ibnu Rushd merupakan seorang ulama, ahli filsafat ulung dan pakar dalam bidang fizika, kedoktoran, biologi dan astronomi. Beliau banyak membuat kajian astronomi dan pernah berkhidmat sebagai doktrr dan hakim besar di Cordoba. Ibnu Rushd dikenali sebagai seorang perintis ilmu kedoktoran umum serta perintis mengenai ilmu jaringan tubuh (Histologi). Beliau juga berjasa dalam bidang penelitian pembuluh darah serta penyakit cacar. Karya beliau yang berjudul Al-Kulliyyah fi al-Tibb sebanyak 16 jilid, merupakan karya terbesar dan menjadi rujukan utama dalam bidang kedokteran. Buku tersebut kemudian diterjemah dalam bahasa Inggris dengan tajuk General Rules of Medicine.
g. Di dalam bidang kimia, muncul seorang tokoh ulama bernama Jabir ibnu Hayyan al Kufi (Geber). Ia terkenal sebagai bapak kimia Arab. Beberapa karya terbesarnya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Perancis. Antaranya, Jumlah yang Tersempurna (terjemahan), Kitab Dacing, Kitab Raksa Timur dan Kitab Kerajaan. Dia banyak memperkenalkan kegunaan praktik kimia seperti mencelup kain dan kulit, dan sebagainya.
h. Tokoh kimia lainnya bernama Muhammad Abu Bakar al-Razi, yang terkenal sebagai ahli peobatan kimia. Ada yang menganggapnya sebagai pengasas kimia moden. Al-Razi mencatatkan dengan terperinci lebih 20 alat besi dan kaca. Ia berpendapat bahwa penyembuhan penyakit pada dasarnya adalah reaksi kimia dalam tubuh badan seseorang.
Umat Islam pada saat itu benar-benar mampu menangkap pesan moral al-Qur'an, sehingga mereka mampu mengembangkan ilmu pengetahuan yang belum pernah terpikirkan oleh peradaban sebelumnya. Mereka mampu menemukan, sesuatu yang disebut oleh Nurcholish Madjid sebagai inner dynamics al-Qur'an. Dorongan keilmuan mereka bukanlah hukum-hukum tekstual dalam al-Qur'an, melainkan suatu pemaknaan dinamis terhadap ajaran Islam yang terdapat di dalam al-Qur'an, yang sudah disebut sebelumnya sebagai etika keilmuan Islam.
3. Perkembagan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Dunia Islam
Pada prinsipnya modernisasi teknologi dan akselerasi kemajuannya menjadi topic perlombaan, bahkan setiap individu maupun setiap bangsa beradu cepat dalam mengangkat modernisasi teknologi menjadi sebuah kultur global. Idealism ini memang representatif dan sehat, sebab kemajuan teknologi pasti mampu membantu aspek kehidupan umat manusia.
Membicarakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka secara otomatis akan mengorek kecanggihan peradaban barat dengan mengesampingkan dunia Islam yang mengalami keterpurukan. Umat Islam belum mampu menandingi dengan menagmbil momentum masa keemasannya dulu tentang sains dan teknologi. Saya berpikir sederhana, untuk mengikuti dan memantau perkembangan mereka saja kita tidak mampu padahal kita tinggal menggunakan saja sebagai konsumen bukan prudusen.
Pada era kontemporer sekarang ini, umat Islam berposisi sebagai pengguna IPTEK. Bahkan, dalam beberapa kasus, tidak sedikit umat Islam yang masih buta IPTEK. Meskipun demikian bukan berarti diskursus IPTEK tidak mendapatkan tempat dalam studi Islam kontremporer. Paling tidak ada dua isu utama, dalam diskursus keislaman kontemporer, yang memfokuskan diri pada masalah IPTEK, yakni tafsir ilmiah dan islamisasi ilmu.
Munculnya diskursus tentang tafsir ilmiah dan islamisasi ilmu, berkaitan erat dengan tantangan hebat yang dihadapi oleh umat Islam pada pertengahan abad XIX. Tantangan tersebut tidak hanya terbatas pada bidang politik dan militer, tetapi meluas hingga meliputi bidang sosial dan budaya. Tantangan ini memberikan pengaruh yang sangat besar dalam pandangan hidup serta pemikiran golongan besar umat Islam. Di satu sisi umat Islam melihat kemajuan Barat dengan IPTEK-nya, sementara di sisi lain merasakan adalanya kelemahan umat serta kemunduran dalam peradaban dan IPTEK. Keadaan ini menimbulkan perasaan rendah diri pada sebagian besar kaum muslimin.
Para cendekiawan muslim mencoba menghadapi perkembangan tersebut dengan berbagai respon. Salah satu caranya ialah dengan mengingat kejayaan-kejayaan Islam pada masa lalu, yang kemudian melahirkan apa yang disebut dengan adab al-fakhri wa al-tamjid atau sastra kebanggaan dan kejayaan. Pengaruhnya terhadap pemikiran masyarakat Islam sangat besar, khususnya dalam menafsirkan al-Qur'an. Berangkat dari respon inilah muncul tafsir ilmiah.
Beberapa contoh tafsir ilmiah diantaranya adaalah sebagai berikut :
a. Penafsiran yang dilakukan oleh Abdurraziq naufal terhadap Q. S. al-naml: 82. Ayat ini, menurutnya membicarakan tentang sputnik dan penjelajahan angkasa luar. Ia menyatakan bahwa binatang-binatang yang diangkut oleh Rusia ke luar angkasa, setelah dikembalikan ke bumi, berbicara mengenai tanda-tanda kebesaran Tuhan yang sangat nyata dan mengungkapkan sebagian dari misteri alam semesta.
b. Penafsiran populer, khususnya di Indonesia, terhadap Q. S. al-Rahman: 33. Ayat ini dijadikan dasar bagi cendekiawan muslim untuk membuktikan bahwa al-Qur'an telah membicarakan persoalan-persoalan angkasa luar. Ayat tersebut ditafsirkan bahwa manusia akan dapat pergi menuju ruang angkasa selama mereka mempunyai kekuatan, yaitu ilmu pengetahuan.
Adapun ide islamisasi ilmu mulai mengemuka ketika terjadi konferensi ’Kebangkitan Islam Sejagad’ pada penghujung tahun 1970-an dan ’Persidangan Pertama Pendidikan Islam Sedunia’ di Makkah pada tahun 1977 yang dihadiri oleh sarjana-sarjana muslim dari seluruh penjuru dunia. Konferensi-konferensi tersebut didasari adanya keprihatinan terhadap keterbelakangan dunia Islam di bidang IPTEK. Inti Islamisasi adalah mengembalikan tradisi keilmuan umat masa lalu dengan menghadirkan dimensi sakralitas atau transesdensional dari.keilmuan.
Baik tafsir ilmiah maupun islamisasi ilmu, keduanya merupakan respon reaktif umat Islam terhadap kemajuan peradaban Barat dan kemunduran Islam. Reaksi ini secara simbolik memang mampu menjadi oase di tengah keringnya prestasi IPTEK Islam. Akan tetapi ide-ide ini mendapatkan reaksi keras dari pemikir-pemikir Islam yang muncul belakangan. Di antara mereka adalah Quraish Shihab, dengan sosial pshicology approach-nya, dan Nurcholish Madjid melalui etika keilmuan Islamnya, sebagaimana pembahasan di atas. Selain itu masih ada Kuntowijoyo dengan konsep pengilmuan Islam dan juga Perves Hoodbhoy lewat rasionalitas saintifik-nya.
Agar umat Islam mampu mengembalikan keemasan peradaban dan kebudayaannya maka perlu mengadakan berbagai riset yang secara tekstual bersumber dari ayat-ayat Al Qur’an. Sepertin yang sudah diketahui, lebih dari 750 ayat Al Qur’an membahas fenomena alam. Ayat-ayat ini sebenarnya memberikan pesan-pesan penting bagi para ilmuwan Muslim. Ada beberapa masalah esensial dari pesan tersebut yang perlu direnungkan dan dikaji untuk diinternalisasikan.
a. Anjuran untuk mengkaji seluruh aspek alam dan menemukan misteri-misteri penciptaan. Pada penciptaan manusia dan binatang dalam surah Al Jastiyah : 4,
وفي خلقكم وما يبث من دابة آيات لقوم يوقنون
Artinya: “Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini”
Juga dijelaskan dalam surat Al ‘Ankabut: 20,
قل سيروا في الأرض فانظروا كيف بدأ الخلق ثم الله ينشئ النشأة الآخرة إن الله على كل شيء قدير
Artinya: “Katakanlah berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Menurut Al Qur’an , kita harus memakai indera dan intelek untuk memahami alam sehingga akan mengantarkan kita kepada apresiasi keagungan dan kekuasaan Allah SWT.
b. Segala sesuatu di dunia itu teratur dan bertujuan, dan pada perbuatan Allah tanpa ada kesalahan apapun.
الذي له ملك السماوات والأرض ولم يتخذ ولدا ولم يكن له شريك في الملك وخلق كل شيء فقدره تقديرا
Artinya: “ yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Al Furqan: 2)
وما خلقنا السماء والأرض وما بينهما لاعبين
Artinya: “Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.” (Al Anbiya’: 16)
الذي خلق سبع سماوات طباقا ما ترى في خلق الرحمن من تفاوت فارجع البصر هل ترى من فطور
Artinya: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang.”(Al Mulk: 3)
c. Al Qur’an menyuruh kita mengenali hukum-hukum alam (pola Allah di alam semesta) dan mengeksploitasinya untuk kepentingan manusia tanpa melampaui batas.
ألا تطغوا في الميزان
Artinya: “Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.”(Al Rahman; 8)
d. Dalam pandangan Al Qur’an, seluruh sains adalah perwujudan berbeda dari satu dunia yang diciptakan dan dikelola oleh satu Tuhan. Karena itu kombinasi ilmu-ilmu tersebut harus mengarah kepada gambaran tunggal dunia.
Ringkasnya, pelajaran penting yang kita peroleh dari ayat-ayat di atas yang membicarakan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai ayat-ayat keilmuan Al Qur’an adalah : pertama, prioritas harus diberikan pada penemuan alam dengan menggunakan indera dan akal manusia. Kedua, bahwa Al Qur’an dapat member kita pandangan dunia (world-view) yang benar.
Allahu a’lam bi al shawab.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Pengertian ilmu pengetahuan dan teknologi dalam perspektif Islam.
1) Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui sumber-sumber pengetahuan. Sumber-sumber tersebut dapat berupa rasio, pengalaman, intuisi dan wahyu.
2) Teknologi diartikan sebagai pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya.
3) Islam memposisikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bagian dari syariat, karena ayat-ayat hukum di dalam al-Quran hanya sekitar 150 ayat sementara ayat kauniah sekitar 750 ayat. Ayat kauniyah lima kali lebih banyak dari ayat hukum
b. Kontribusi Isalam bagi perkembangan ilmu dan teknologi.
1) Kontribusi Islam bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu besar saat dunia barat sedang berada pada masa kegelapan (the dark period).
2) Pada masa keemasan Islam telah lahir para cendekiawan Muslim dengan berbagai disiplin ilmunya baik dalam ilmu agama maupun umum (sainsteknologi)
3) Para Khalifah selaku pemangku amanah umat sangat memperhatikan pentingnya ilmu dan teknologi bagi penciptaan peradaban Islami yang member manfaat bagi kehidupan manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan (alam) yang member rahmat bagi alam semesta.
c. Perkembangan ilmu dan teknologi di dunia Islam.
1) Pada masa Abbasiyah Islam telah mencapai puncak kejayaannya dalam peradaban di saat Barat sedang dalam era kegelapan.
2) Para cendekiawan Muslim terus melakukan pembenahan agar bisa mengikuti perkembangan jaman walaupun realitanya kalah dengan pesatnya perkembangan teknologi Barat.
3) Al Qur’an sebagai kitab yang berisi tentang kaidah-kaidah ibadah dan ilmu pengetahuan perlu digali terus agar era keemasan Islam akan terulang sehingga mampu memberikan pencerahan budaya dan peradaban.
2. Penutup
Demikian paper sederhana ini saya buat yang tentunya jauh dari kesempurnaan sehingga saran dan kritik konstruktif sangat diperlukan. Semoga bermanfaat dan menambah hazanah keilmuan Al Qur’an.
Amien…
DAFTAR PUSTAKA
A. Rahman, Islam on Science & Technology, (New Delhi: Adam Publishers, 2000)
A. S. Hornby, Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English, (New York: Oxford University Press, 1995).
Danial bin Zainal Abidin, Kecemerlangan Islam Melalui Teknologi ,(http://www.rakanmasjid.com/modules/article/view.article.php?24, diakses tanggal 2 Maret 2009.
Engku Ahmd Zaki Engku Alwi , Al Qur’an Sumber Agung Tamadun Keilmuan Islam (http://nurjeehan.wordpress.com.al-quran-sumber-agung-tamadun-keilmuwan-islam/), diakses pada 2 Maret 2009.
http://kangbayu.multiply.com/journal/item/750/Islam Tradisi Sains Teknologi dalam Islam, diakses tanggal 2 Maret 2009.
I.R. Pudjawijatna, Tahu dan Pengetahuan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991 )
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003)
Kamsul Abraha, Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama dan Umum, ed. Jarot Wahyudi dkk,(Yogyakarta: Suka Press, 2003),
Ki Supriyoko, Mengatasi Buta Aksara Dunia (Kompas, 24 Maret 2008)
Mahdi Ghulsyani, Fisafat Sains Menurt Al Qur’an, terj. Agus Efendi (Bandung: Mizan, 1988)
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an; Tafsir Maudhu'I atas Perbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2001)
--------------------------, Membumikan al-Qur'an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1999)
Muhammad Nuh dan Endrotomo, Ilmu dan Teknologi (http://www.si.its.ac.id/kurikulum/materi/iptek/ilmuteknologi.html), diakses pada tanggal 2 Maret 2009.
Netsain.Com, diakses tanggal 5 Maret 2009.
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, (Jakarta: Paramadina, 2000)
Oetarjo Diran, Beberapa Catatan Perkembangan IPTEK, makalah disampaikan pada seminar Pesantren Teknologi LIPTEK Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta, 31 Desember 1991 - 4 Januari 1992.
Pervez Hoodbhoy, Ikhtiar Menegakkan Rasionalitas; Antara Sains dan Ortodoksi Islam (Bandung: Bandung, 1996)
Rohadi dan Sudarsono, Ilmu dan Teknologi Dalam Islam, cet. 3, (Jakarta: Depag RI, 2005)
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Liberty, 2004)
Rosnani Hashim , Sekilas Islamisasi Ilmu: Antara Al-Attas dan Al-Faruqi (http://iptekita.com/content/view/14/1/, diakses pada tanggal 2 Maret 2009.
Vandha. Cahaya dalam Al Qur’an dan Kajian Fisika, http://vandha.co.co, diakses tanggal 5 Maret 2009.
Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia, (http://id.wikipedia.org/wiki/Teknologi), diakses pada 2 Maret 2009.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar/Remidi anda :