Zakat, Haji, Umrah, dan Wakaf
I.Zakat
Zakat adalah rukun ketiga dari rukun Islam. Secara harfiah, zakat berarti tumbuh, berkembang, menyucikan, atau membersihkan. Secara terminology syariat, zakat merujuk pada aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu, untuk orang-orang tertentu, dan sebagaimana telah ditentukan.
1.Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam. Zakat menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu, hukum zakat adalah wajib (fardu) atas setiap muslim yang telah menuhi syarat –syarat tertentu.
Zakat termasuk dalam kategori ibadah, seperti salat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur’an dan as-Sunah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia.
2. Macam-Macam Zakat
Zakat terbagi atas dua macam, yaitu zakat fitrah dan zakat mal.
1. Zakat fitrah, zakat yang wajib dikeluarkan setiap muslim menjelang Idulfiri pada bulan Ramadan.Besar zakat fitrah adalah setara dengan 2,5 kilogram makanan pokok yang ada didaerah bersangkutan.
2. Zakat mal (zakat harta), zakat yang wajib dikeluarkan dari hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak, serta hasil kerja (profesi). Masing-masing tipe memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.
3.Yang Berhak menerima
Berikut ini adalah orang-orang yang berhak menerima zakat.
a. Fakir, mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
b. Miskin, mereka yang memiliki harta, namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.
c. Amil, mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
d. Mualaf, mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya.
e. Hamba Sahaya, mereka yang ingin memerdekakan dirirnya.
f. Garim, mereka yang berhutang untuk memenuhi kebutuhan halaldan tidak sanggup memenuhinya.
g. Fisabilillah, mereka yang berjuang di jalan Allah, seperti dakwah dan perang.
h. Ibnu sabil, mereka yang kehabisan biaya diperjalanan.
4. Yang Tidak Berhak Menerima Zakat
Orang yang tidak berhak menerima zakat, antara lain orang kaya, hamba sahaya (karena masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya). Keturunan Rasulullah SAW,orang yang dalam tanggungan berzakat (misalnya anak dan istri), dan orang kafir.
Berkaitan dengan hal tersebut, Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Tidak halal mengambil sedekah (zakat) bagi orang yang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan tenaga.” (H.R. al Bukhari).
Di hadis lainnya, Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Sesungguhnya tidak halal bagi kami (ahlul bait) mengambil sedekah (zakat)” (H.R. Muslim)
5. Beberapa Faedah Zakat
Ada tiga faedah zakat, yaitu faedah diniyah, khuluqiyah, dan ijtimaiyyah.
a. Faedah Diniyah (Segi Agama)
1) Menjalankan salah satu rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
2) Sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya sehingga menambah keimanan, mengingat keberadaannya memuat beberapa macam ketaatan.
3) Mendapat pahala besar yang berlipat, sebagaimana digterangkan Allah dalam surah al-Baqarah Ayat 276 yang artinya “ Allah memusnahkan riba dan mnenyuburkan sedekah.” Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh muttafaq ‘alaih (al-Bukhari dan Muslim). Nabi SAW, menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan ditumbuhkankembangkan oleh Allah dengan berlipat ganda.
4) Saran penghapus dosa.
b. Faedah khuluqiyah (Segi Akhlak)
1) Menampakkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
2) Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
3) Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat, baik berupa harga maupun raga bagi kaum muslimin dapat melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab, sudah pasti ia menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai dengan tingkat pengorbanannya.
4) Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
c. Faedah Ijtimaiyyah (Segi Sosial Kemasyarakatan)
1) Sarana untuk membantu kaum muslimin dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian Negara di dunia.
2) Memberikan dukungan kekuatan kepada kaum muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Hal itu dapat dilihat dari kelompok penerima zakat.Salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
3) Zakat dapat mengurangi kecemburuan social, dendam, dan rasa tidak suka di hati fakir miskin. Oleh sebab itu, zakat sebaiknya dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan sehingga terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
4) Zakat dapat memacu pertumbuhan ekonomi bagi pelakunya dan memberikan berkah sehingga bertambah hartanya.
5) Memperluas peredaran harta benda atau uang. Hal itu disebabkan ketika harta dibelanjakan maka perputarannya dapat meluas sehingga lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.
6.Hikmah Zakat
Hikmah yang dapat dipetik dari zakat, antara lain:
a. Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang miskin dan kaya;
b. Pilar amal jama’I antara mereka yang berada dengan para mujahid dan dai yang berjuang dan berdakwah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT;
c. Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk;
d. Alat pembersih harta dan penjaga dari ketamakan orang jahat;
e. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan;
f. Untuk pengembangan potensi umat;
g. Dukungan moral kepadaorang yang baru masuk Islam;
h. Menambah pendapatan Negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi umat;
7. Zakat dalam Al-Qur’an
Beberapa perintah zakat terdapat dalam Al-Qur’an, antara lain sebagai berikut.
a. Surah al-Baqarah Ayat 43 yang artinya “Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orany yang rukuk.”
b. Surah at-Taubah Ayat 35 yang artinya “(Ingatlah)pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka,’Inilah harat bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu’”
c. Surah al-An’am Ayat 141 yang artinya “Dan Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang merambat dan yang tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam rasanya, zaitun dan delima yang serupa (bentukdan warnanya) dan serupa (rasanya). Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya)pada waktu memetik hasilnya, tapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebihan. ”
II. Haji dan Umrah
Ibadah haji dan umrah mempunyai makna yag dalam. Salah satu maknanya adalah agama-agama semitik (agama yang berakar pada ajaran Nabi Ibrahim a.s., yaitu agama Yahudi, Nasrani, dan Islam) berasal dari sumber yang sama yaitu Allah SWT.
Kesimpulan tersebut diambil karena ajaran tentang haji dan umrah merupakan warisan dari Nabi Ibrahim a.s. selain itu, pada ritual ibadah haji dan umrah terdapat amalan-amalan yang meupakan rekontruksi sebagiandari sejarah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s.
1. Haji
Haji menurut bahasa berarti menyengaja ziarah ke Ka’bah atau mengaahkan dengan alasan. Menurut istilah, haji adalah sengaja mengunjungi Baitullah di Mekah dengan niat beribadah kepada Allah SWT, pada waktu dan syarat serta tata cara tertentu. Hukum melaksanakan haji bagi orang yang muslim yang telah memenuhi syarat adalah fardu ain. Allah berfirman dalam surah Ali ‘Imran Ayat 97 sebagai berikut.
Artinya :
Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam. (Q.S Ali ’Imran/3:97)
Firman Allah tersebut diperjelas oleh sabda Rasulullah SAW, berikut ini.
البخاري رواه .أُمُٔهُ تْهُ وَلَدَ كَيَوْمِ رَجَعَ يَفْسُقْ وَلَمْ فُثْ يَرْ فَلَمْ لِلّهَ حَجَّ مَنْ
Artinya :
Barang siapa melaksanakan haji di rumah ini (baitullah) tidak rafas dan tidak berbuat fasik, maka ia kembali seperti pada hari dilahirkan ibunya. (H.R. al-Bukhari dari Abu Hurairah: 124)
Kewajiban haji hanya diwajibkan seumurhidup, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Saw, dalam hadis yang artinya “Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah memfardukan haji atas kamu sekalian, maka berhajilah…” Maka ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah, “Apakah seetiap tahun wahai Rasulullah?” Nabi SAW, diam sejenak hingga orang itu bertanya sampai tiga kali, kemudian bersabda, “ Kalau saya katakana ya, maka ia wajib atas kamu, dan kamu tidak dapat melakukannya, jangan kau tanyakan aku apa yang kutinggalkan untuk kamu. Sesungguhnya orang-oranng sebelum kamu hancur karena mereka banyak bertanya dan menentang para nabi mereka. Apabila aku memerintahkan sesuatu kepadamu, maka lakukan apa yang mampu kamu lakukan, dan apabila aku melarang kamu melakukan sesuatu maka jauhilah ia.” (H.R Muslim dari Abu Hurairah: 2380)
Berdasarkan arti hadis di atas, diperoleh pengertian bahwa kewajiban untuk melakukan ibadah haji hanyalah satu kali seumur hidup. Begitulah ijmak para ufaha. Hikmah diwajibkannya haji satu kali seumur hidup adalah ibadah haji itu tidak dapat dilaksanakan, kecuali dengan biaya yang sangat tinggi.
a. Syarat Haji
Syarat haji bagi orang yang hendak mengerjakan haji adalah sebagai berikut.
1) Islam, orang non-Islam tidak boleh mengerjakan haji
2) Berakal, orang yang gila tidak sah hajinya
3) Balig atau dewasa, anak kecil yang sudah berhaji ketika dewasa ia hendak mengerjakan haji lagi
4) Merdeka, hamba sahaya tidak boleh
5) Kuasa atau mampu
Arti mampu tersebut adalah mapu dari segi jasmani, rohani, ekonomi, dan keamanan.
a) Segi Jasmani
(1) Tidak terlalu tua, agar tidak kesulitan dalam melakukan haji atau umrah
(2) Tidak Dallam keadaan sakit (sakit lumpuh) yang diperkirakan sulit untuk sembuh
(3) Tidak berpenyakit menular, karena membahayakan
b) Segi Rohani
(1) Mengetahui hukum dan manasik haji atau umrah
(2) Berakal sehat dan memiliki kesiapan mental untuk melakukan ibadah haji atau umrah dengan perjalanan jauh
c) Segi Ekonomi
(1) Mampu membayar ONH (Ongkos Naik Haji) dengan harta yang halal, bukan hasil penjualan rumah, tanah, sawah, perusahaan yang menjadi satu-satunya sumber kehidupan
(2) Memiliki biaya hidup bagi keluarga yang menjadi tanggungannya, meliputi sandang, pangan, dan biaya-biaya lainnya, termasuk biaya pendidikan
d) Segi Keamanan
(1) Aman di perjalanan selama melaksanakan ibadah haji dan umrah
(2) Keamanan bagi keluarga dan harta benda yang ditinggalkan selama melakukan ibadah haji atau umrah. Untuk menjamin keamanan jiwa dan harta calon haji wanita, menjadi syarat wajib baginya pergi bersama suami atau mukhrimnya, atau dengan wanita yang dipercaya
Dalam ibadah haji, terkandung dua macam ibadah yang saling berhubungan, yaitu umrah(biasa disebut haji kecil) dan haji (biasa disebut haji besar). Allah berfirman dalam Surah al-Baqarah Ayat 196 sebagai berikut.
١٩٦:٢/البقرت (١٩٦)… لِلهِ ةَ وَالْعُمْرَ االْحَجَّوَاَتِمُّو
Artinya :
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah …… (Q.S. al-Baqarah/2: 196)
Ibadah haji dan umrah dapat dilakukan dengan cara berikut.
1) Mengerjakan umrah dahulu kemudian pada waktu haji (bulan Zulhijah) baru mengerjakan haji. Dalam hal ini, jamaah haji wajib membayar dam nusuk (sesuai ketentuan manasik). Cara demikian itu merupakan cara yang paling mudah dan banyak dijalani oleh para jamaah haji.
2) Mengerjakan haji dan umrah di dalam satu niat dan satu pekerjaan sekaligus atau disebut haji qiran. Dalam hal ini, jamaah haji qiran wajib membayar dam nusuk (sesuai ketentuan manasik).
Pelaksanaan haji dengan cara qiran ini dapat dipilih bagi jamaah haji yang karena sesuatu
hal,ia tidak dapat melaksanakan umrah sebelum dan sesudah hajinya ,termasuk diantaranya
jamaah haji yang masa tinggalnya di mekah sangat terbatas.
3) Mengerjakan haji saja atau disebut haji ifrad. Cara ini tidak wajib membayar dam. Pelaksanaan haji dengan cara ifrad dapat dipilih bagi jamaah haji yang masa waktu wukufnya sudah dekat (lebih kurang ) lima hari. Dengan kata lain, waktu haji (bulan Syawal sampai tanggal 12 -13 Zulhijah) hanya mengerjakan haji saja, sedangkan umrah dilakukan sebelum bulan syawal atau setelah mengerjakan haji di dalam tahun itu juga.
b. Rukun Haji
Rukun haji disebut juga fardu haji. Rukun haji berbeda dengan wajib haji. Jika salah satu rukun haji tertinggal, haji yang dilakukan tidak sah dan harus diulang tahun depan. Jika wajib haji tidak dikerjakan atau tertinggal, hajinya tetap sah tetapi harus membayar dam (denda).
Rukun haji tersebut meliputi ihram, wukuf di Arafah, sai, tawaf, tahalul, dan tertib.
1) Ihram
Ihram adalah berniat mulai mengerjakan haji atau umrah, atau mengerjakan keduanya sekaligus. Ihram wajib dimulai dari miqat, baik miqat zamani maupun miqat makanani. Jamaah haji sebelum melakukan ihram, disunahkan melakukan perbuatan berikut:
a) Mandi
b) Membersihkan badan
c) Memotong kuku
d) Mencukur kumis atau rambut
e) Memakai wangi-wangian
f) Salat sunah ihram dua rakaat
g) Memperbanyak membaca talbiyah
Bentuk pakaian ihram untuk laki-laki berbeda dengan pakaian ihram perempuan. Pakaian ihram untuk laki-laki tidak berjahit dan tidak tertutup kepala. Pakaian ihram perempuan berupa pakaian yang menutup seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan.
2) Wukuf di Arafah
Wukuf di Arafah berarti berada di Arafah. Waktu wukuf dimulai dari tergelincirnya matahari pada tanggal 9 Zulhijah. Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. yang artinya, “Bahwa Rasulullah SAW, menyuruh seseorang untuk menyerukan, ‘Haji itu ialah Arafah, barang siapa datang pada malam tanggal 10 sebelum fajar terbit berarti ia telah mendapatkan Arafah’.”
3) Tawaf
Tawaf adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali. Dalam pelaksanaan tawaf, seorang jamaah haji/umrah tidak perlu berniat sendiri karena sudah terkandung dalam ihram. Syarat tawaf, antara lain :
a) Suci dari hadas (besar/kecil) dan najis;
b) Menyempurnakan tawaf dengan tujuh putaran;
c) Tawaf dimulai dan diakhiri di Hajar Aswad;
d) Ka’bah hendaknya berada di sebelah kiri kita atau searah Hajar Aswad ketika memulai tawaf;
4) Sai
Sai adalah berlari-lari kecil antara Bukit Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Beberapa syarat sai, antara lain:
a) Dimulai dari Bukit Safa dan diakhiri di bukit Marwah;
b) Dilakukan sebanyak tujuh kali;
c) Sai hendaklah dilakukan setelah tawaf, baik tawaf ifadah maupun tawaf sunah;
d) Perjalanan dari Bukit Safa ke Marwah dan dari Bukit Marwah ke Buit Safa masing-masing dihitung satu kali perjalanan sehingga hitungan ketujuh berakhir di Marwah.
5) Tahalul
Tahalul adalah mencukur atau mengguntung rambut kepala sebagai tanda telah bebas dari laranganp-larangan haji atau umrah.
6) Tertib
Tertib (menertibkan rukun-rukun) adalah mendahulukan yang semestinya dari rukun-rukun tersebut. Maksudnya adalah mendahulukan ihram dari rukun-rukun lain, mendahulukan wukuf dari tawaf, mendahulukan tawaf dari sai, dan mendahulukan sai daripada bercukur.
c. Wajib haji
Perkataan wajib haji dan rukun biasanya sama artinya,namun dalam urusan haji berbeda. Rukun haji adalah perbuatan yang harus dilakukan selama pelaksanaan haji dan tidak boleh diganti dengan dam (denda).
Wajib haji adalah perbuatan yang harus (wajib) dilakukan selama pelaksanaan haji. Apabila salah satu wajib haji tersebut tertinggal atau tidak dapat dilakukan, ibadah hajinya tetapi, ia harus membayar dam (denda).
Beberapa wajib haji yang harus dilakukan jamaah haji adalah
1) Memulai ihram dari miqat (batas waktu dan tempat yang ditentukan untuk melakukan ibadah haji dan umrah),
2) Mabit (bermalam) di Muzdalifah,
3) Mabit (bermalam) di Mina,
4) melontar jamrah Ula, Wusta, dan Aqabah,
5) menghindari perbuatann yang terlarang dalam keadaan berihram, dan
6) tawaf wadak (perpisahan) bagi mereka yang akan meninggalkan Mekah.
Melontar jamrah Aqabah dilakukan pada tanggal 10 Zulhijah. Kemudian, melontar ketiga jamrah (Ula, Wusta, Aqabah) dilakukan pada hari-hari Tasyrik. Meninggalkan tawaf wadak bagi jamaah haji yang uzur (sakit atau sedang haid) tidak dikenakan dam.
d. Sunah Haji
Perbuatan sunah selama pelaksaan haji, antara lain
1) Membaca talbiyah,
2) Membaca solawat kepada nadi dan berdoa sesudahnya,
3) Melaksanakan tawaf qudum, dan
4) Memasuki Baitullah melalui pintu Hijir Ismail.
e. Larangan bagi Orang yang Sedang Ihram Haji
Berikut ini larangan bagi orang yang sedang ihram haji.
1) Memakai pakaian yang berjahit bagi laki-laki
2) Memakai tutup kepala bagi laki-laki, seperti topi
3) Menutup muka dan kedua telapak tangan bagi wanita
4) Memakai wangi-wangian bagi laki-laki dan perempuan
5) Mencukur atau mencabut rambut yang ada di badan atau kepala
6) Nikah, menikahkan, atau menjadi wali dalam pernikahan
7) Dilarang bersetubuh bagi suami istri, termasuk bercumbu rayu
2. Umrah
Umrah menurut bahasa berarti ziarah. Menurut istilah, umrah adalah ibadah yang dilakukan dengan berihram dari miqat, kemudian tawaf di Ka’bah, sai antara Bukit Safa dan Marwah, dan diakhiri dengan memotong/bercukur rambut serta dilaksanakan dengan tertib. Umrah sering disebut dengan haji kecil.
Perbedaan antara umrah dan haji terletak pada waktu dan tempat. Umrah dapat dilaksanakan sewaktu-waktu (setiap hari, bulan,dan setiap tahun) dan hanya di Mekah, sedangkan haji hanya dapat dilaksanakan pada beberapa waktu (antara tanggal 8 Zulhijah sampai tanggal 12 Zulhijah) serta dilaksnakan sampai ke luar kota Mekah.
a. Tipe Umrah
Ada beberapa tipe umrah, yaitu umrah mufradah, tamatuk, dan sunah. Tipe umrah yang umum dilaksanakkan adalah umrah yang digabungkan dengan pelaksanaan haji, seperti pada haji.
b. Tata Cara Umrah
Beberapa tata cara pelaksanaan umrah yang perlu di perhatikan adalah sebagai berikut.
1) Disunahkan mandi besar (janabah) sebelum ihram untuk umrah
2) Memakai pakaian ihram
Pakaian ihran untuk laki-laki adalah dua kain yang dijadikan sarung dan selendang. Pakaian ihram peerempuan adalah pakaian apa saja yang menutup aurat serta tidak memakai cadar/tutup muka dan sarung tangan.
3) Niat umrah
Niat umrah dilakukan dalam hati dan mengucapkan labbaika’umratan atau labbaikallumma bi’umratin.ketika bertalbiyah, laki-laki hendaknya mengeraskan suaranya, sedangkan bagi perempuan cukup dengan suara yang didengar orang yang berada di sampingnya.
Lafal talbiyahyang dibaca adalah labbaikallahumma labbaik labbaika la syarika laka.
4) Sampai di kota Mekah disunahkan mandi terlebih dahulu sebelum memasuki Ka’bah
5) Sesampai di Ka’bah, pembacaan talbiyah dihentikan sebelum tawaf
Jamaah umrah menuju Hajar Aswad untuk menyentuhnya dengan tangan kanan dan menciumnya (apabila situasi dan kondisi memungkinkan) sambil mengucapkan bismillah wallahu akbar. Apabila tidak mampu menyentuh dan mencium Hajar Aswad, cukup memberikan isyarat sambilmengucap Allahu akbar.
6) Tawaf sebanyak tujuh kali putaran
Jamaah umrah melakukan tawaf dengan tujuh putaran. Tiga putaran pertama berjalan cepat dan sisanya berjalan biasa. Tawaf diawali dan diakhiri di Hajar Aswad dan Ka’bah hendaknya berada disebelah kiri kita.
7) Salat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim
Selesai tawaf dengan tujuh putaran, dilanjutkan salat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim(apabila situasi dan kondisi memungkinkan) atau di tempat lainnya di Masjidil Haram dengan membaca Surah al-Kafirun pada rakaat pertama dan al-Ikhlas pada rakaat kedua.
8) Sai di Bukit Safa dan Marwah
Setelah salat sunah dua rakaat di Maqam Ibrahim, diteruskan naik ke Bukit Safa dan menghadap kiblat sambil mengangkat kedua tangan dan mengucap innas-safa wal marwata min sya’airillah.
Selanjutnya mengucap abda’u bima bada’allahuma bihi (aku memulai dengan apa yang Allah memulainya) dan bertakbir tiga kali tanpa memberi isyarat dan mengucapkan la ilaha illallahu wahdahu la syarika lahu. Lahul mulku wa lahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai’in qadir. la ilaha illallahu wahdahu anjaza wa’dahu wa sadaqa ‘abdahu wa hazamal ahzaba wahdahu. Sebanyak 3x. kemudian, berdoa sekehendaknya. Amalan ini diulang pada setiap putaran di sisi Bukit Safa dan Marwah disertai dengan doa.
Sai dilakukan dengan tujuh kali putaran. Perjalanan sai dimulai dari Bukit Safa ke Marwah dan dari Bukit Marwah ke Bukit Safa masing-masing dihitung satu kali perjalanan sehingga hitungan ketujuh berakhir di Marwah.
9) Tahalul
Selesai sai, jamaah umrah melanjutkan dengan tahalul, yakni mencukur seluruh rambut kepala bagi laki-laki dan memotongnya sebatas ujung jari bagi wanita.
III. Wakaf
Ditinjau dari segi bahasa, wakaf berarti menahan. Menurut istilah syarak, wakaf adalah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya untuk diambil manfaatnya guna kebaikan dan kemajuan Islam. Arti menahan suatu benda yang kekal zatnya adalah tidak dijual, tidak diberikan, serta tidak pula diwariskan. Akan tetapi, hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya.
1. Pengertian Wakaf
Pengertian wakaf ada beberapa macam sebagai berikut.
a. Seseorang menahan hartanya untuk dimanfaatkan di segala bidang kemaslahatan, dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub kepada Allah Ta’ala (Mazhab Syafi’I dan Hambali).
b. Menahan harta benda sehingga menjadi hukum milik Allah Ta’ala. Seseorang mewakafkan sesuatu berarti ia melepaskan kepemilikan harta tersebut dan memberikannya kepada Allah, untuk dapat memberikan manfaatnya kepada manusia secara btetap dan kontinyu, tidak boleh dijual, dihibahkan, ataupun di wariskan (Mazhab Hanafi)
c. Menahan harta benda atas kepemilikan orang yang berwakaf dan bersedekah dari hasilnya atau menyalurkan manfaat dari harta tersebut kepada orang-orang yang dicintainya (Imam Abu Hanifah)
Berdasarkan pengertian wakaf dari Abu Hanifah tersebut, harta wakaf ada dalam pengawasan orang yang berwakaf (wakif) selama ia masih hidup. Ketika orang tersebut meninggal, harta wakaf bisa diwariska kepada ahli warisnya, baik untuk dijual atau dihibahkan. Pengertian seperti ini berbeda dengen pengertian wakaf yang diberikan oleh Abu Yusuf dan Muhammad , sahabat Imam Abu Hanifah.
d. Memberikan sesuatu hasil manfaat dari harta dan harat pokok tetap (lestari) atas kepemilikan pemberi manfaat, walaupun sesaat (Mazhab Maliki).
a. Perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam (Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977).
Dari beberapa pengertian tersebut diperoleh simpulan bahwa wakaf termasuk salah satu di antara macam pemberian. Akan tetapi, wakaf hanya boleh diambil manfaatnya dan bendanya harus tetap utuh. Oleh sebab itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan, seperti tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya untuk kepentingan umum, seperti masjid, mushola, pondok pesantren, panti asuhan, dan jalan umum.
2. Hukum Wakaf
Hukum wakaf sama dengan amal jariah. Sesuai dengan jenis amalnya, berwakaf bukan sekadar berderma (sedekah) biasa, namun lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang diterima mengalir terus-menerus selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah, sebagaimana ditegaskan dalam hadist berikut ini.
Artinya:
Apabila manusia (anak Adam) meninggal, terputuslah kesempatan (memperoleh pahala) amaliahnya, kecuali dari tiga macam, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, anak saleh yang senantiasa mendoakannya. (H.R. Muslim dari Abu Hurairah: 3084)
Pernyataan kecuali dari tiga macam pada hadist di atas menunjukkan bahwa pahala tiga macam tersebut tidak terputus meskipun orang tersebut meninggal dunia. Sebagian besar para ulama mengatakan bahwa maksud hadist tersebut adalah amal-amal si mayit itu terputus karena kematiannya sehingga pahalanya pun terputus, kecuali tiga macam, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakannya.
Harta yang diwakaftkan tidak boleh dijual, dihibabkan, atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus-menerus dimanfaatkan untuk kepentingan umum, sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Hal tersebut berdasarkan sebuah hadist Nabi saw. yang artinya, “Dari Ibnu Umar bahwa Umar pernah mendapatkan sebidang tanah dari tanah Khaibar, lalu ia bertanya, ‘Ya Rasulullah! Aku mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, suatu harta yang belum pernah kudapat sama sekali yang lebih baik bagiku selain tanah itu, lalu apa yang hendak engkau perintahkan kepadaku?’ Maka jawab Nabi, ‘Jika engkau suka, tahanlah pangkalnya dan sedekahkanlah hasilnya!’ Lalu Umar menyedekahkan dengan syarat tidak boleh dijual, tidak boleh diberikan, dan tidak boleh diwarisi, yaitu untuk orang-orang fakir, keluarga dekat, memerdekakan hamba sahaya, menjamu tamu, dan untuk orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan (ibnu sabil). Dan tidak berdosa orang yang mengurusinya itu untuk memakan sebagiannya dengan cara yang wajar dan untuk memberi makan (kepada keluarganya) dengan syarat jangan dijadikan hak milik. Dalam satu hadist yang lain, Ibnu Sirin berkata, ‘Dengan syarat jangan dikuasai pokoknya’.” (H.R. Al-Bukhari: 2532)
Maksud dari pernyataan jika engkau suka, tahanlah pangkalnya dan sedekahkanlah hasilnya adalah bahwa tanah tersebut boleh diambil manfaatnya.
3. Syarat dan Rukun Wakaf
Untuk sahnya amalan wakaf, kita sebaiknya memperhatikan ketentuan syarat dan rukun berikut.
a. Syarat Wakaf
Beberapa syarat harta yang diwakafkan adalah sebagai berikut.
1) Diwakafkan untuk selama-lamanya, tidak terbatas waktu tertentu (disebut takbid).
2) Tunai tanpa menggantungkan pada suatu peristiwa di masa yang akan datang. Misalnya, “Saya wakafkan sesuatu apabila mendapat keuntungan yang lebih besar dari usaha yang akan datang.” Hal ini disebut tanjiz.
3) Jelas mauquf ‘alaih nya (orang yang diberi wakaf) dan dapat dimiliki barang yang diwakafkan (mauquf).
b. Rukun Wakaf
Rukun wakaf meliputi beberapa hal berikut.
1) Orang yang berwakaf (wakif), syaratnya adalah:
a) kehendak sendiri, dan
b) berhak berbuat baik walaupun bukan orang Islam.
2) Adanya harta yang diwakafkan (mauquf), syaratnya adalah:
a) Barang yang dimiliki dapat dipindahkan dan tetap haknya, berfaedah ketika diberikan ataupun di kemudian hari;
b) Milik sendiri walaupun hanya sebagian yang diwakafkan atau musya (bercampur dan tidak dapat dipindahkan dengan bagian yang lain).
3) Tempat berwakaf (yang berhak menerima hasil wakaf), yakni orang yang memiliki sesuatu. Anak yang masih berada dalam kandungan ibunya tidak sah menerima harta wakaf.
4) Akad wakaf
Contoh akad wakaf adalah “Saya wakafkan tanah ini pada masjid, sekolah orang yang tidak mampu, dan sebagainya.” Akad tersebut tidak perlu qabul (jawab), kecuali yang bersifat pribadi (bukan bersifat umum).
4. Harta yang Diwakafkan
Wakaf meskipun tergolong pemberian sunah, namun tidak dapat dikatakan sebagai sedekah biasa. Sebab, harta yang diserahkan harus berupa harta yang tidak habis dipakai, bermanfaat terus-menerus, dan tidak boleh dimiliki secara perseorangan sebagai hak milik penuh. Oleh sebab itu, harta yang diwakafkan harus berwujud barang yang tahan lama dan bermanfaat untuk orang banyak, seperti sebidang tanah, pepohonan untuk diambil manfaat atau hasilnya, bangunan masjid, madrasah, atau jembatan.
Macam-macam harta yang diwakafkan sebagaimana tersebut termasuk sedekah jariah (amal jariah), yakni sedekah yang pahalanya terus-menerus mengalir kepada orang yang bersedekah. Bahkan, setelah meninggal sekalipun, selama harta yang diwakafkan itu tetap bermanfaat. Dalam sebuah hadist Rasulullah saw. bersabda sebagai beriku.
Artinya:
Apabila manusia (anak Adam) meninggal, terputuslah kesempatan (memperoleh pahala) amaliahnya, kecuali dari tiga macam, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang senantiasa mendoakannya. (H.R. Muslim dari Abu Hurairah: 3084).
Salah satu yang mendukung berkembangnya agama Islam seperti yang kita lihat sekarang adalah karena hasil wakaf dari kaum muslimin. Banyak bangunan masjid, mushala (surau), madrasah, pondok pesantren, dan panti asuhan hampir semuanya berdiri di atas tanah wakaf. Bahkan, banyak pula lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis taklim, madrasah, dan pondok-pondok pesantren yang kegiatan operasionalnya dibiayai dari hasil tanah wakaf. Oleh sebab itu, Islam sangat menganjurkan orang-orang kaya agar mau mewakafkan sebagian harta atau tanahnya guna kepentingan Islam. Hal itu dilakukan atas persetujuan bersama atau pertimbangan kemaslahatan umat agar bermanfaat bagi perkembangan umat.
5. Pelaksanaan Wakaf di Indonesia
Pada umumnya semua bentuk pelepasan harta (wakaf) merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Bagaimana landasan wakaf di Indonesia, tata cara perwakafan tanah milik, surat yang harus dibawa dan diserahkan oleh wakif kepada PPAIW sebelum pelaksanaan ikrar wakaf, hak dan kewajiban nadir, mengganti barang wakaf, dan pengatuan wakaf.
a. Landasan
Beberapa landasan wakaf di Indonesia.
1) Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakilan Tanah Milik.
2) Peraturan Menteri dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik.
3) Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
4) Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam No. Kep/ P/75/1978 tentang Formulir dan Pedoman Peraturan-peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik.
b. Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
Tata cara perwakafan tanah milik adalah sebagai berikut.
1) Calon wakif dari pihak yang hendak mewakafkan tanah miliknya harus datang di hadapan Pejabat Pembantu Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan ikrar wakaf.
2) Untuk mewakafkan tanah miliknya, calon wakif harus mengikrarkan secara lisan, jelas, dan tegas kepada nadir yang telah disahkan di hadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf. Pengikraran tersebut harus dihadiri saksi-saksi dan menuangkannya dalam bentuk tertulis atau surat.
3) Calon wakif yang tidak dapat datang di hadapan PPAIW membuat ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya yang mewilayahi tanah wakaf. Ikrar ini dibacakan kepada nadir di hadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf serta diketahui saksi.
4) Tanah yang diwakafkan baik sebagian atau seluruhnya harus merupakan tanah milik. Tanah yang diwakafkan harus bebas dari bahan ikatan, jaminan, sitaan, atau sengketa.
5) Saksi ikrar wakaf sekurang-kurangnya dua orang yang telah dewasa dan sehat akalnya. Setelah ikrar wakaf, PPAIW segera membuat Akta Ikrar Wakaf Tanah.
c. Surat yang Harus Dibawa dan Diserahkan oleh Wakif kepada PPAIW sebelum Pelaksanaan Ikrar Wakaf
Calon wakif harus membawa serta dan menyerahkan kepada PPAIW surat-surat berikut.
1) Sertifikat hak milik atau sertifikat sementara pemilikan tanah (model E).
2) Surat Keterangan Kepala Desa yang diperkuat oleh camat setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut suatu perkara dan dapat diwakafkan.
3) Izin dari Bupati atau Walikota c.q. Kepala Subdit Agraria Setempat.
d. Hak dan Kewajiban Nadir
Nadir adalah kelompok atau badan hukum Indonesia yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.
1) Hak Nadir
a. Nadir berhak menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang biasanya ditentukan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya, dengan ketentuan tidak melebihi 10% dari hasil bersih tanah wakaf.
b. Nadir dalam menunaikan tugasnya dapat menggunakan fasilitas yang jenis dan jumlahnya ditetapkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya.
2) Kewajiban Nadir
Kewajiban nadir adalah mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya, antara lain:
a. Menyimpan dengan baik lembar kedua salinan Akta Ikrar Wakaf;
b. Memelihara dan memanfaatkan tanah wakaf serta berusaha meningkatkan hasilnya;
c. Menggunakan hasil wakaf sesuai dengan ikrar wakafnya.
6. Mengganti Barang Wakaf
Barang yang diwakafkan tidak boleh diganti atau dijual. Persoalannya akan menjadi lain jika barang wakaf tersebut sudah tidak dapat dimanfaatkan, kecuali dengan memperhitungkan harga atau nilai jual setelah barang tersebut dijual. Artinya, hasil penjualan tersebut dibelikan gantinya. Dalam keadaan demikian, mengganti barang wakaf dibolehkan. Sebab, dengan cara demikian, barang yang sudah rusak tadi tetap dapat dimanfaatkan dan tujuan wakaf semula tetap dapat diteruskan, yaitu memanfaatkan barang yang diwakafkan.
Sayyidina Umar r.a. pernah memindahkan masjid wakaf di Kufah ke tempat lain (dibangun baru). Lokasi bekas masjid yang lama dijadikan pasar. Masjid yang baru tetap dapat dimanfaatkan. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tujuan pokok wakaf adalah kemaslahatan. Oleh sebab itu, mengganti barang wakaf tanpa menghilangkan tujuannya tetap dibenarkan menurut inti dan tujuan hukumnya.
7. Pengaturan Wakaf
Tujuan wakaf tercapai dengan baik apabila faktor-faktor pendukung ada dan berjalan. Misalnya, nadir atau pemelihara barang wakaf. Wakaf yang diserahkan kepada badan hukum biasanya tidak mengalami kesulitan, mengingat mekanisme kerja, susunan personalia, dan program kerja telah disiapkan secara matang oleh yayasan penanggung jawabnya.
Adapun tujuan utama pengaturan wakaf adalah demi kemaslahatan umum. Penyerahan wakaf secara tertulis (di atas materai atau dengan akta notaris) merupakan cara yang terbaik pengaturan wakaf. Dengan cara demikian, kemungkinan penyimpangan dan penyelewenangan dari tujuan wakaf semula mudah dikontrol dan diselesaikan. Apalagi, jika wakaf itu diterima dan dikelola oleh yayasan-yayasan yang telah bonafide dan profesional, kemungkinan penyelewengan akan lebih kecil.
8. Hikmah dan Manfaat Wakaf
Beberapa hikmah dan manfaat wakaf yang perlu kalian ketahui, antara lain sebagai berikut.
a. Melaksanakan perintah Allah swt. untuk selalu berbuat baik.
Allah berfirman dalam surah Al-Hajj ayat 77 sebagai berikut.
يٓاتُّهَاالَّذِيْنٓ اٰمنُواارْكَعُوْاوَاسْجُدُوْاعْبُدُوْارَبَّكُمْ وَافْعَلُواالْخَيْرَلَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu; dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung. (Q.S. Al- Hajj/22:77)
b. Memanfaatkan harta atau barang dengan waktu yang tidak terbatas
Manfaat harta wakaf untuk kepentingan diri sendiri adalah sebagai pahala sedekah jariah dan untuk kepentingan masyarakat Islam adalah sebagai wujud tanggung jawab kaum muslimin. Mengenai hal ini, Rasulullah saw. bersabda dalam salah satu hadist yang artinya, “Barang siapa yang tidak memperhatikan urusan dan kepentingan kaum muslimin maka tidaklah ia termasuk golonganku.”
c. Mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi
Wakaf biasanya diberikan kepada badan hukum yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan. Hal tersebut sesuai dengan kaidah usul fiqih yang artinya Kemaslahatan umum harus didahulukan daripada kemaslahatan yang khusus.
Adapun manfaat wakaf bagi orang yang menerima atau masyarakat adalah dapat.
- menghilangkan kebodohan.
- Menghilangkan atau mengurangi kemiskinan.
- Menghilangkan atau mengurangi kesenjangan sosial, dan
- Memajukan atau menyejahterakan umat.
Sebaiknya Kalian Tahu
Profesor Doktor Wahbah bin Mustafa al-Zuhaili lahir pada tahun 1932 M di Dir Athiyah, bagian dari Damaskus ibukota negara Syiria. Beliau pernah menjabat sebagai kepala departemen Fiqih Islam dan mazhabnya pada Fakultas Syariah dan Qanun Universitas Damaskus. Di samping itu, beliau menjadi pakar di bidang ilmu fiqih dan usulnya. Wahbah al-Zuahili berperan besar dalam membangkitkan kembali sarwah fiqhiyah dan penataan konsepsional fiqih Islam modern.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar/Remidi anda :